Kamis, 02 Oktober 2014

SE DIRJEN BADILUM Nomor: 3/DJU/HM02.3/6/2014

by Albert Usada

PADA tanggal 25-26 September 2014, Saya bersama Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri (PN)  Rembang (Sdr. Kiswandi, S.H.) dan Sdr. Sutrisno, S.H. sebagai Administrator (Operator) Teknologi Informasi pada PN Rembang tengah mengikuti Rapat Koordinasi Sosialisasi Penerapan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIP) versi 3.0.0 Pengadilan Tinggi (PT) Semarang dan PN se-Jawa tengah di Hotel Sahid Mandarin, Pekalongan. Rapat Koordinasi tersebut dibuka oleh Ketua PT Semarang, Dr. H. Muh. Daming Sunusi, S.H., MHum.
Sumber Photo: PT Semarang
Peserta Rakor dan sosialisasi SIPP Versi 3.0.0 tersebut adalah para Ketua PN, Panitera/Sekretaris PN dan Administrator (Operator) SIPP & Teknolgi Informasi masing-masing PN se-Jawa Tengah. Narasumber adalah Ketua PT Semarang, Hakim Tinggi H. Abdul Rochim, S.H. dan Hakim Tinggi H. Untung Wiyono, S.H., M.H. serta mbak Misra Devita, S.H., M.H. dan Marthinalova Noll, AMd - keduanya dari Ditjen Badilum Mahkamah Agung RI. 

Salah satu materi yang menurut Saya penting adalah pemahaman dan penerapan Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (SE Dirjen Badilum)  tanggal 20 Juni 2014 Nomor: 3/DJU/HM.02.3/6/2014 tentang Administrasi Pengadilan Berbasis Teknologi Informasi Di Lingkungan Peradilan Umum.
Sebagaimana ditegaskan oleh Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) Mahkamah Agung RI, Bapak H. Herry Swantoro, S.H., M.H. melalui SE Dirjen Badilum`tanggal 20 Juni 2014 Nomor: 3/DJU/HM02.3/6/2014 tentang Administrasi Pengadilan Berbasis Teknologi Informasi di Lingkungan Peradilan Umum, dipertimbangkan latar belakangnya bahwa untuk menjamin pelaksanaan administrasi pengadilan yang tertib, moderen dan akuntabel, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah menetapkan bahwa seluruh pengadilan harus beralih dari administrasi pengadilan yang dilakukan secara manual ke administrasi yang berbasis Teknologi Informasi (TI); Yaitu dengan aplikasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) atau Case Tracking System (CTS).
Peningkatan administrasi, transparansi, dan akuntabilitas di seluruh pengadilan di Indonesia membutuhkan akses terhadap data yang akurat, lengkap, dan mutakhir. Hal tersebut dikarenakan data yang dimasukkan oleh setiap pengadilan dan dikelola dalam suatu sistem standar yang terotomatisasi memungkinkan Mahkamah Agung untuk secara efektif dan efisien mengelola sumber daya manusia dan anggarannya; mengawasi kinerja hakim dan staf pengadilan lain; memonitor kinerja dan riwayat perkara; meningkatkan manajemen alur perkara dan alokasi sumber daya; mengurangi penundaan dan tunggakan perkara; memberikan informasi yang dibutuhkan oleh para pencari keadilan, publik, dan media; dan mendukung transisi menuju e-learning melalui TI.
Maksud dan Tujuan
1)   Terciptanya tertib administrasi di pengadilan;
2)   Meningkatnya penggunaan SIPP/CTS ;
3) Memulai peralihan sistem administrasi yang dilakukan secara manual menjadi sistem yang berbasis elektronik.
Ruang Lingkup
Disebutkan tentang ruang lingkup, bahwa ”Demi menjamin kelancaran pelaksanaan administrasi pengadilan berbasis teknologi informasi di lingkungan peradilan umum, surat edaran ini berlaku mengikat bagi seluruh Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.”
Dalam rangka mencapai sasaran dalam penerapan TI tersebut, peradilan umum harus memastikan kelengkapan dokumentasi, penyimpanan, manajemen dan publikasi data perkara melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (selanjutnya disebut dengan SIPP). Untuk dapat menerapkan SIPP di semua pengadilan di bawah badan peradilan umum, selanjutnya Dirjen Badilum memberikan arahan petunjuk sebagai berikut:
1. Masing-masing pengadilan negeri wajib melakukan pemutakhiran pada aplikasinya seiring dikembangkan dan disetujuinya versi-versi selanjutnya oleh Mahkamah Agung;
2. Terhitung mundur mulai tanggal 2 Januari 2014, semua perkara baru yang didaftarkan di pengadilan negeri harus diproses dengan SIPP;
3. Selambat-lambatnya 1 Juli 2014, pengadilan negeri harus sudah memasukkan semua perkara sebelum 2014 yang masih aktif;
4. Per 1 Juli 2014, semua pengadilan negeri harus sudah berhenti menggunakan sistem/aplikasi lainnya yang memiliki tujuan yang sama dengan SIPP;
5. Perubahan terhadap aplikasi SIPP hanya dapat dilakukan berdasarkan proses pengendalian perubahan yang disetujui oleh Sekretaris Mahkamah Agung dan Pokja Manajemen Perkara Mahkamah Agung.
6. Tanggung jawab untuk memasukkan data ke dalam SIPP dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
a. Data umum SIPP hanya dapat dimasukkan oleh staf kepaniteraan, baik perdata maupun pidana, sampai masing-masing perkara dilimpahkan kepada panitera pengganti;
b.  Penetapan pengadilan negeri yang berkenaan dengan penunjukan majelis, panitera pengganti dan jurusita harus dimasukkan oleh staf pengadilan tetap yang disetujui oleh ketua pengadilan negeri;
c.  Setelah perkara ditugaskan kepada panitera pengganti, seluruh data perkara dari semua proses persidangan sampai dengan minutasi dan salinan putusan yang dikirimkan kepada para pihak, harus dimasukkan ke dalam SIPP oleh panitera pengganti yang ditugaskan untuk perkara tersebut;
d. Ketua majelis hakim bertanggung jawab untuk memastikan bahwa panitera pengganti yang ditugaskan untuk masing-masing perkara tetap menjaga pemutakhiran data menurut standar 24 jam yang telah ditetapkan di poin 8 di bawah ini. Panitera pengadilan negeri harus memastikan setiap panitera pengganti dapat secara efektif mendukung majelis hakim dimana ia ditugaskan;
e. Data banding, kasasi, peninjauan kembali dan eksekusi hanya dapat dimasukkan oleh staf kepaniteraan, baik perdata maupun pidana;
f. Data tidak diperbolehkan untuk dimasukkan oleh staf atau non-staf lain selain dari yang disebutkan di atas kecuali yang mendapatkan penunjukan dari ketua pengadilan negeri.
g. Data dan informasi perkara tidak diperbolehkan untuk disimpan di komputer yang terpisah atau di aplikasi yang terpisah, selain di aplikasi SIPP.
h. Pelaporan perkara baik kepada Pengadilan Tinggi maupun kepada Badan Peradilan Umum dilakukan oleh kepaniteraan hukum dengan menggunakan aplikasi SIPP.
i.  Pembaruan data referensi hakim, panitera dan staf kepaniteraan dilakukan oleh bagian umum dibawah koordinasi panitera pengadilan negeri.
7. Semua data dari kegiatan perkara harus dimasukkan ke dalam CTS selambat-lambatnya 24 jam atau satu hari kerja setelah kegiatan atau peristiwa tersebut.
8. Tanggung jawab utama dalam memastikan akurasi data, pengendalian mutu, dan ketepatan waktu pengunggahan data berada pada ketua dan panitera dari masing-masing pengadilan negeri. Seluruh pengadilan akan dimonitor oleh Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung untuk memastikan semua data yang dimasukkan akurat dan termutakhirkan. Kegagalan memasukkan data dalam tenggat waktu 24 jam/1 hari kerja dapat dikenakan sanksi sebagai pelanggaran kedisiplinan oleh Badan Pengawasan, dan akan dipertimbangkan dalam penentuan kenaikan pangkat, rotasi, mutasi, dan/atau tindakan kedisiplinan lainnya.
9. Peraturan ini juga akan diberlakukan bagi pengadilan tinggi setelah sistem terotomasi secara resmi diterapkan di pengadilan tersebut pada tanggal yang akan ditentukan kemudian.
10. Badan Peradilan Umum akan melaporkan kepada Sekretaris Mahkamah Agung hasil evaluasi penerapan SIPP setiap tahun.

Selanjutnya untuk mencapai sasaran dalam penerapan TI di semua pengadilan, langkah-langkah berikut ini telah diambil untuk menerapkan TI dengan cara sebagai berikut:

1. Semua data yang diserahkan kepada Mahkamah Agung harus tunduk pada standar data untuk semua jenis perkara, sebagaimana ditetapkan dan ditentukan oleh Mahkamah Agung, guna menjamin efektivitas monitoring dan manajemen data di semua pengadilan.
2. Jenis layanan data publik harus mematuhi ketentuan dalam SK MA Nomor I-144 tahun 2011. Semua hakim atau staf pengadilan lainnya dilarang untuk menyembunyikan data publik.
3. Panitera pengadilan negeri/tinggi bertanggung jawab atas manajemen alur perkara, termasuk: menugaskan tanggung jawab dan memonitor pelaksanaan SIPP; memverifikasi dan memvalidasi data perkara dan laporan; memastikan kelengkapan, akurasi, ketepatan waktu penyerahan semua laporan, sesuai kebutuhan; dan menginformasikan ketua pengadilan setiap minggunya terkait kinerja pengadilan, hakim, dan manajemen alur perkara.
4.  Tanggung jawab untuk mengelola perangkat keras, perangkat lunak, fasilitas dan infrastruktur TI di masing-masing pengadilan harus diserahkan kepada administrator Teknologi Informasi (TI) tetap, dengan instruksi sebagai berikut:
a. Seleksi administrator TI di masing-masing pengadilan harus ditentukan oleh ketua pengadilan sesuai dengan standar kompetensi TI yang dikembangkan oleh Mahkamah Agung;
b. Administrator TI wajib melapor kepada Panitera/Sekretaris pengadilan;
c. Administrator TI wajib memastikan efektivitas dan efisiensi kegiatan sehari-hari dari seluruh TI di dalam pengadilan, terutama aplikasi perangkat lunak, server, backup data - yang harus dipastikan setiap hari – penyimpanan infrastruktur TI/komunikasi, dan tautan ke situs web lokal dan database Mahkamah Agung.
Administrator TI wajib mendukung kebutuhan Ketua dan Panitera pengadilan, serta mematuhi semua petunjuk TI dan tugas-tugas pekerjaan yang telah ditetapkan oleh Sekretaris Mahkamah Agung dan Pokja Manajemen Perkara Mahkamah Agung;
d. Administrator TI bertanggung jawab atas manajemen TI, dan oleh karenanya, yang bersangkutan tidak dapat diserahkan tanggung jawab untuk memasukkan data.
e.  Administrator TI wajib berkoordinasi dengan Panitera untuk memastikan bahwa semua data di aplikasi TI dapat diakses setiap saat.

5. Mengenai keamanan informasi:
a. Setiap pengadilan negeri harus memiliki satu nama pengguna (username) dan kata sandi (password) untuk mengakses aplikasi SIPP yang tersedia di server Mahkamah Agung;
b. Masing-masing ketua pengadilan tinggi dan hakim pengawas di pengadilan tinggi harus memiliki satu nama pengguna dan kata sandi untuk mengakses aplikasi SIPP yang tersedia di server Mahkamah Agung;
c. Masing-masing pimpinan Mahkamah Agung, Hakim Agung, dan pejabat struktural Mahkamah Agung harus memiliki satu nama pengguna dan kata sandi untuk mengakses aplikasi SIPP yang tersedia di server Mahkamah Agung;
d. Masing-masing staf diwajibkan merahasiakan nama pengguna dan kata sandi mereka, dan tidak ada orang lain yang diizinkan mengakses data pengadilan;
e. Data tidak dapat dimodifikasi tanpa persetujuan dari ketua pengadilan di masing-masing pengadilan negeri, yang bertanggung jawab untuk memonitor dan mengawasi semua kinerja di dalam pengadilan mereka masing-masing. Semua sistem terotomasi harus mencakup fungsi untuk mencatat semua perubahan data sebagai jejak untuk audit (audit trail); 

6.  Buku register, jurnal, buku induk keuangan, dan laporan register yang dicetak dari aplikasi SIPP, dan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, memiliki kekuatan yang sama dengan dokumen yang ditulis dengan tinta;
7. Pengadilan negeri wajib menggunakan laporan elektronik yang dihasilkan dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara.
8. Aspek administrasi pengadilan dan teknis peradilan lain yang tidak terkait dengan manajemen TI, data, dan pelaporan, harus tetap tunduk pada ketentuan Buku II Mahkamah Agung Republik Indonesia mengenai Tugas Pengadilan dan Pedoman Pembinaan dan Pengendalian Administrasi Perkara (selanjutnya disebut dengan Pola Bindalmin);
Pengawasan Pelaksanaan Teknologi Informasi di Pengadilan Negeri
Untuk mengawasi pelaksanaan TI di semua pengadilan:
1.  Ketua Pengadilan Negeri (KPN) wajib mengawasi dan bertanggung jawab atas pemasukan semua data perkara oleh stafnya, sesuai dengan surat edaran ini;
2.  Para Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) wajib memastikan terciptanya koordinasi pelaksanaan surat edaran ini di masing-masing pengadilan negeri yang berada di bawah yurisdiksinya;
3. Direktorat Pembinaan Administrasi Peradilan Umum Badan Peradilan Umum memastikan pengawasan dan pelaksanaan otomasi di pengadilan berjalan secara efektif dan mengkoordinasikan dengan pihak MA terkait :
a.  dukungan TI dan pembuatan kebijakan melalui pejabat TI senior;
b.  pembinaan dan pengembangan;
c.  standardisasi teknis;
d.  monitoring dan evaluasi;
e. ketepatan waktu penyerahan semua laporan yang diperlukan kepada Pokja Manajemen Perkara dan pimpinan Mahkamah Agung.
4. Direktorat Pembinaan Administrasi Peradilan Umum Badan Peradilan Umum bekerjasama dengan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Peradilan untuk memadukan pelatihan CTS ke dalam materi kurikulum pendidikan dan pelatihan reguler bagi para hakim dan panitera;
5. Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis Badan Peradilan Umum akan bekerjasama dengan Badan Pengawasan dalam memonitor CTS terkait dengan:
a. Hasil evaluasi atas hakim dan staf pengadilan bahwa semua data perkara di bawah tanggung jawab mereka telah akurat dan termutakhirkan;
b. Menindaklanjuti hasil evaluasi tersebut untuk dijadikan bahan pertimbangan promosi dan mutasi.
6.  Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum mengkoordinasikan dengan Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung terkait :
a. Pendanaan TI yang berkelanjutan;
b. Pemenuhan kebutuhan infrastruktur;
c. Pemenuhan kebutuhan Sumber Daya Manusia di bidang TI
7.  Seluruh kinerja SIPP akan dilaporkan secara periodik oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum kepada Kelompok Kerja Manajemen Perkara Mahkamah Agung yang memonitor pelaksanaan seluruh persyaratan ini. 

BACA ARTIKEL:

 
Previous Post
Next Post

0 comments: