Selasa, 07 Desember 2021

PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN ASING DI INDONESIA

 Recognition and Enforcement of Foreign Judgement

by Albertus Usada

Pengantar
Masalah Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Asing di Indonesia merupakan hal penting dan perlu dibahas sebagai bagian integral Diplomasi Ekonomi, bertujuan mendukung kegiatan ekonomi dan perdagangan yang melibatkan Indonesia dengan negara mitra guna memecahkan commercial matters (Prita Amalia, 2020: 13).
Lebih-lebih sekarang berkenaan dengan iklim investasi yang dibuka lebar bagi Pemerintah Indonesia dalam hal iklim Kemudahan Berusaha (ease of doing business, EoDB).

Bagi Indonesia, Putusan Pengadilan Asing dapat menjadi alat bukti, yang kekuatan mengikatnya tergantung pada Hakim.

Bernarkah dalam hal Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Asing, Indonesia tidak terikat pada perjanjian internasional (bilateral, multilateral, internasional) ? 

Identifikasi Masalah:

1.    Bagaimana pengadilan memandang penerimaan pengakuan dan penerapan putusan pengadilan asing?

2.    Apakah Indonesia sudah membutuhkan asas “pengakuan dan pelakanaan putusan asing” ini?

3.    Apakah ada kendala bagi Hakim jika putusan asing dapat dieksekusi di Indonesia?

4.    Bagaimana pendapat Hakim jika “Hukum Indonesia” diinterpretasi oleh Hakim Asing?

5.    Berapa banyak putusan asing yang masuk di PN Jakarta Pusat untuk mendapatkan pengakuan atau pelaksanaan putusannya?

Bagaimana pengadilan memandang penerimaan pengakuan dan penerapan putusan pengadilan asing?

URGENSI Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Asing 

Para Pihak yang bersengketa menghendaki kepastian hukum:

´  Menjamin kepastian hukum dalam transaksi antar-negara;

´  Memberikan fasilitas perdagangan antar-regional dan intra-regional;

´  Suatu Sistem Hukum Negara, seharusnya dilengkapi dengan suatu sistem Hukum Perdata Internasional (HPI) Nasional yang bersumber pada sumber-sumber Hukum Nasional, yang khusus dikembangkan untuk memberi kemampuan pada Sistem Hukum itu guna menyelesaikan perkara-perkara yang mengandung unsur asing; 

´  Urgensi dalam kaitannya dengan Kewajiban Internasional Indonesia pada Perjanjian Internasional lain, dan sebagai efektivitas pelaksanaan Perjanjian Internasional.

(vide: Prita Amalia, Comparative Study with ASEAN Countries: Recognition and Enforcement of Foreign Judgement, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung 2020, h. 12).

Putusan Pengadilan Asing yang dapat Diakui & Dilaksanakan

Makna “Pengadilan” sebagai badan Litigasi (yang menangani dan menyelesaikan suatu sengketa / perkara dengan Putusan) dan konteks Indonesia sebagai badan peradilan yang melaksanakan Kekuasaan Kehakiman menurut Sistem Hukum Indonesia.

Makna “Pengadilan” tersebut bagi Indonesia perlu diperhatikan ruang lingkup dan objek apa saja sebagai Putusan Pengadilan Asing yang dapat diakui dan dilaksanakan  oleh Pengadilan Indonesia.

Menurut Ida Susanti (2020: 21-25), bahwa mengacu pada sifat Putusan Pengadilan Asing yang dapat diakui dan dilaksanakan di Indonesia harus memerhatikan kriteria universal bahwa perkara tersebut telah diputus dan Putusannya telah berkekuatan hukum tetap. Putusan itu mencakup Putusan, perintah, keputusan, Penetapan dan perintah eksekusi atau penetapan biaya perkara yang dijatuhkan oleh pengadilanyang memiliki yurisdiksi  atas daerah hukumnya berwenang memeriksa dan mengadilinya.

(vide: Ida Susanti, 2020. Masukan Tentang pengakuan dan Pelaksanaan Putusan pengadilan Asing Di Dalam Hukum Perdata Internasional Indonesia, FH Unpar Bandung, Rapat Direktorat Hukum dan Perjanjian Sosial Budaya, Ditjen HPI, Kemenlu RI, 11 Juni 2020).

.

Apakah Indonesia sudah membutuhkan asas “Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Asing” ini?

Bagaimana Hakim Indonesia melakukan Pengakuan dan Pelaksanaaan Putusan Pengadilan Asing ?

v  Keberlakuan Hukum Acara Perdata RV (Reglement op de Rechtsvordering) Pasal 436 ayat (1) RV menentukan “Putusan Pengadilan Asing tidak dapat diakui dan dilaksanakan, kecuali untuk kondisi yang diatur Pasal 724 KUH Dagang” in casu penghitungan dan pembagian Avarij (penghitungan kerugian di laut) yang dilakukan di luar wilayah Indonesia.

v  Apabila, Avarij tsb. Diputuskan berdasarkan Putusan Pengadilan Asing, maka putusannya tsb. Diakui dan dilaksanakan oleh Pengadilan Indonesia.

v  Indonesia di lingkup Hukum Keperdataan, belum memiliki pengaturan tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Asing.

v  Prinsipnya, suatu Putusan Pengadilan Asing diakui dan dilaksanakan oleh pengadilan negara lain harus didasarkan pada perjanjian/kesepakatan bilateral atau multilateral negara-2 terkaiit ybs. Berdasarkan Prinsip Resiprositas.

v  Saya sependapat dengan Doktor Ida Susanti (2020: 4) bahwa Indonesia hingga saat ini tidak memiliki peraturan tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Asing, serta tidak memiliki perjanjian bilateral maupun multilateral yang terkait tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Asing sehingga mengakibaatkan terjadinya kekosongan hukum (rechts vacuum).

v  Faktual, dalam praktik bisnis internasional – termasuk di daerah perbatasan – tidak tunduk pada Hukum Indonesia, tetapi diperjanjikan Pilihan Hukum ke arah Hukum Asing dan jika terjadi sengketa (if any dispute between two parties) disepakati adanya Pilihan Forum penyelesaiannya (forum rei) melalui forum Arbitrase Asing – dikenal sebagai Klausula Arbitrase.

v  Contoh: Bisnis transnasional perbatasan di pulau Batam, hampir semuanya melakukan Pilihan Hukum ke arah Hukum Singapura dan melakukan Pilihan Forum yaitu SIAC - Singapore International Arbitration Centre (Ida Susanti, 2020: 4).

v  Contoh tsb. mengindikasikan bahwa terjadi ketidakpercayaan subjek hukum asing terhadap Hukum Indonesia dan terhadap daya eksekusi Putusan Pengadilan Indonesia (Ida Susanti, 2020: 4-5).

v  Dua Indikasi tsb. Akan berkait erat dengan iklim investasi yaitu Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business, EoDB) yang sekarang telah dimasukkan sebagai klaster pengaturan menurut RUU Cipta Kerja sbg Omnnibus Law.

v  Negara Indonesia dengan sistem penegakan hukumnya diharapkan ramah terhadap investasi (friendly investment) terutama instrumen penilaian EoDB oleh Bank Dunia, yaitu enforcing contract (penegakan hukum kontrak) dan resolving insolvency  (penyelesaian perkara kepailitan).

v  Bank Dunia: Indeks EoDB Indonesia tahun 2019 di peringkat 73 dari 190 negara  dgn skor 67,96.  Instrumen penilaian enforcing contract di peringkat 146, sedangkan resolving insolvency  di peringkat 36.

v  Apakah indikasi faktual tsb di atas menjadi sebab yurisdiksi Hukum Indonesia tidak dihormati oleh pihak asing dan menjadi akibat karena lemahnya sistem hukum Indonesia sebagaimana disimpulkan Ida Susanti (2020: 4-5) sebagai akademisi.

v  Saya sebagai praktisi hukum – Hakim dan sbg Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat – sangat tertantang untuk dapat mewujudkan implementasi solutif melalui Putusan Hakim Indonesia terhadap isu hukum “pengakuan dan pelaksanaan Putusan Pengadilan Asing” tsb.

Apakah ada kendala bagi Hakim jika putusan asing dapat dieksekusi di Indonesia?

Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat maupun Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak dijumpai Data Perkara berkenaan dengan “pengakuan dan pelaksanaan Putusan Pengadilan asing.”

Karena tidak ada Data Perkara dimaksud, maka dengan metode Analogi hukum terhadap perkara keperdataan dalam hal “pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing” terdapat Data Perkara dengan klasifikasi “Gugatan Pembatalan Putusan Arbitrase Asing” di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (vide Data Perkara Tahun 2011  - 2020 per 16 Oktober) pada halaman 17 Presentasi ini.

Ada Kendala dalam praktik peradilan di Indonesia, yaitu terkait Putusan Arbitrase Asing (internasional), karena Putusan Arbitrase Asing tsb hanya diakui dan dapat dilaksanakan di wilayah hukum Negara Indonesia apabila memenuhi syarat-syarat tertentu menurut Pasal 66 UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dan berdasarkan alasan-alasan tertentu yang dijumpai dalam praktik peradilan.

Putusan Arbitrase Asing tsb hanya diakui dan dapat dilaksanakan di wilayah hukum Negara Indonesia apabila memenuhi syarat-syarat tertentu menurut Pasal 66 dan Penjelasannya UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (AAPS), sebagai berikut:

a)   dijatuhkan oleh Arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral dalam hal pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional;

b)   terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan, yaitu bidang: perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri, dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI);

Dan, berdasarkan alasan-alasan tertentu yang dijumpai dalam praktik peradilan:

a)    Tidak bertentangan dengan ketertiban umum;

b)    Telah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan

c)    Hanya dapat dilaksanakan dengan Putusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam bentuk perintah pelaksanaan (eksekuatur).

Alasan “tidak bertentangan dengan ketertiban umum (public order) dalam praktik peradilan di Indonesia  sering menjadi alasan hukum bahwa Putusan Arbitrase Asing (internasional) tidak dapat dilaksanakan dan sering dimintakan pembatalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ( vide dan Bandingkan Data Perkara dalam Presentasi ini pada halaman 17 ):

a)    Artikel V ayat (2) huruf b Konvensi New York 1958 – Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards, menentukan prinsip “the recognition or enforcement of the award would be contrary to the public policy of that country” yang kemudian negara kita Indonesia telah meratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981

b)    Di dalam artikel atau Pasal V Konvensi New York 1958 juga menentukan beberapa alasan yang dapat digunakan untuk menolak pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing (internasional) – namun tidak diadopsi dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang AAPS – antara lain: para pihak berada di bawah ketidakcakapan; pihak terhadap siapa putusan dimohonkan tidak diberikan pemberitahuan yang layak atas penunjukan arbiter; komposisi otoritas arbitrase atau prosedur arbitrase tidak sesuai dengan perjanjian para pihak;

c)    Studi Kasus: Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1205 K/Pdt/1990.

STUDI KASUS:

Ketertiban Umum (public order, public policy) sebagai dasar alasan penolakan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing

1.    Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1205 K/Pdt/1990 dalam perkara Yani Haryanto v. E.D.F. & Man Sugar Ltd. Ratio decidendi sebagai alasan dan pertimbangan hukum Mahkamah Agung, bahwa putusan arbitrase asing tidak dapat dilaksanakan di Indonesia jika bertentangan dengan ketertiban umum – termasuk tidak terbatas bertentangan dengan hukum positif Indonesia in casu Keputusan Presiden (Keppres) No. 43 Tahun 1971 dan Keppres No. 39 Tahun 1978.

2.    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 86/Pdt.G/2002/Pn.Jkt.Pst dalam perkara Karaha Bodas Company v. Pertamina dan PLN, yang dalam pertimbangannya menyebutkan bahwa putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan karena bertentangan dengan ketertiban umum, yaitu hukum positif Indonesia in casu Keppres No. 39 Tahun 1979, Keppres No. 47 Tahun 1997 dan Keppres No. 5 Tahun 1998.

STUDI KASUS:

Batasan Ketertiban Umum (public order, public policy) sebagai dasar alasan penolakan Pelaksanaan Putusan Arbitrase (domestik Indonesia) dan Arbitrase Asing menurut Interpretasi Hakim kasus per kasus:

  1. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 97 B/Pdt.Sus-Arbt/2016 dalam perkara PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (PT. CTPI) dkk v. Siti Hardiyanti Rukmana dkk. Ratio decidendi, bahwa frasa “bertentangan dengan ketertiban umum” adalah sebagai “bertentangan dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini dikarenakan, putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap harus dihormati dan dilaksanakan oleh para pihak untuk menjamin berlangsungnya ketertiban umum,”.
  2. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 86/Pdt.G/2002/Pn.Jkt.Pst dalam perkara Karaha Bodas Company v. Pertamina dan PLN, yang dalam pertimbangannya menyebutkan bahwa frasa “bertentangan dengan ketertiban umum” adalah sebagai “bertentangan dengan hukum positif Indonesia” sehingga mengandung sebab yang terlarang dan karenanya tidak mempunyai daya hukum mengikat.”

Bagaimana pendapat Hakim jika “Hukum Indonesia” diinterpretasi oleh Hakim Asing?

Saya sebagai Hakim Indonesia, berpendapat bahwa konsekuensi yuridis diakuinya asas “pengakuan dan pelaksanaan Putusan Pengadilan Asing” dan juga dalam konteks perkara terhadap putusan arbitrase asing (internasional) dan berlakunya asas atau prinsip resiprositas, maka “Hukum Indonesia” dapat diinterpretasi Hakim Asing apabila memenuhi dua syarat:

1)   dalam hal Indonesia dan Negara asal Hakim Asing tsb terikat suatu perjanjian bilateral atau perjanjian multilateral;

2)   dalam hal penilaian Hakim Asing tsb terbatas pada isu hukum apakah “Hukum Indonesia” in-concreto tsb bertentangan dengan kepentingan umum (public policy) dari Negara asal Hakim Asing tsb.? Dan, Hakim Asing bukan menafsir ulang pertimbangan Hakim Indonesia dalam putusannya tsb.

Demikian pula sebaliknya, Hukum Asing dapat ditafsir Hakim Indonesia, dengan dua syarat yg sama. Tetapi tidak menafsir pertimbangan hukum Hakim Asing tsb.

Berapa banyak Putusan Asing yang masuk di PN Jakarta Pusat untuk mendapatkan pengakuan atau pelaksanaan putusannya?

Data Perkara tsb saat ini tidak tersedia.

Perlu dilakukan penelitian hukum secara in-depth lebih lanjut. 

DATA dan Informasi Hukum

´  Gugatan Pembatalan Putusan Arbitrase Asing pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (2011 - 2020 per 16 Oktober)

Tahun

´  2020   :           6 perkara             Gugatan Pembatalan Putusan Asing  nihil

´  2019   :           1 perkara     Permohonan Pelaksanaan Putuan Pengadilan  Asing  nihil

´  2018   :           4 perkara     

´  2017   :           8 perkara

´  2016   :           9 perkara

´  2015   :           8 perkara

´  2014   :           nihil

´  2013   :           1 perkara

´  2012   :           9 perkara

´  2011   :           2 perkara

Sumber Data : SIPP, Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Daftar Pustaka 

Amalia, Prita. 2020. Makalah: Comparative Study with ASEAN Countries: Recognition and Enforcement of Foreign Judgement, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Rapat Kamis 11 Juni 2020 Direktorat Hukum dan Perjanjian Sosial Budaya, Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri RI.

Susanti, Ida. 2020. Makalah: Masukan Tentang pengakuan dan Pelaksanaan Putusan pengadilan Asing Di Dalam Hukum Perdata Internasional Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Rapat Kamis 11 Juni 2020 Direktorat Hukum dan Perjanjian Sosial Budaya, Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri RI.

 

.

Previous Post
Next Post

0 comments: