Minggu, 12 Juli 2020

SISTEM KAMAR MA: Mendukung Kemudahan Berusaha (Doing Business)


Albert Usada, 2020: Sejak tahun 2011, Mahkamah Agung (MA) telah memberlakukan kebijakan tentang Pemberlakuan Sistem Kamar pada MA. Kebijakan itu berleku efektif mulai tahun 2012. Ada korelasi kinerja Pengadilan Niaga dan MA dalam mendukung kegiatan Kemudahan Berusaha (EoDB: Ease of Doing Business).
Mahkamah Agung (MA) sebagai pengadilan Negara tertinggi, yang sejak tahun 2011 menerapkan Sistem Kamar melalui Keputusan Ketua MA Nomor 142/KMA/SK/IX/2011, yaitu memberlakukan sebuah kebijakan pemberlakuan sistem kamar pada MA. Dalam Sistem Kamar MA tersebut, mengelompokkan hakim agung ke dalam lima kamar, yaitu kamar perdata, kamar pidana, kamar agama, kamar tata usaha negara dan kamar militer. Hakim agung masing-masing kamar pada dasarnya hanya mengadili perkara-perkara yang termasuk dalam lingkup kewenangan masing-masing kamar. Hakim agung kamar perdata hanya mengadili perkara perdata saja dan hakim agung kamar pidana hanya mengadili perkara pidana saja. Demikian pula, hakim agung kamar tata usaha negara hanya mengadili perkara tata usaha negara.
METI, 29 January 2020: Ministry of Economic Trade and Industry of Japan
 Sementara itu, Ketua MA M. Hatta Ali menegaskan bahwa rapat pleno kamar tersebut bertujuan untuk memperkuat sistem kamar dalam penanganan perkara di MA. Sistem kamar ini memiliki beberapa tujuan utama, sebagai berikut:
a.      menjaga kesatuan penerapan hukum;
b.      konsistensi putusan MA;
c.      meningkatkan profesionalitas hakim agung; dan
d.      mempercepat proses penyelesaian perkara.
Dalam menyelesaikan sengketa kepailitan sesuai kompetensi Pengadilan Niaga yang tersebar kinerjanya pada 5 (lima) Pengadilan Negeri yaitu Medan, Jakarta Pusat, Semarang, Surabaya, dan Makassar.
Bahwa dalam konteks pembangunan hukum ekonomi di Indonesia, signifikansi penegakan kontrak (enforcing contract) dan penyelesaian sengketa kepailitan (resolving insolvency) merupakan dua indikator penilaian peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business) dari sepuluh indikator penilaian yang ditetapkan Bank Dunia (World Bank) terhadap 190 negara - termasuk Indonesia – sebagai bentuk respon dan partisipasi Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi dalam mendukung kondusifitas kemudahan berusaha di Indonesia sehingga diminati oleh para investor asing maupun domestik. Kemudian, pembangunan hukum ekonomi di Indonesia harus dilakukan secara revolusioner untuk menempatkan sistem hukum ekonomi nasional tidak sekadar rule of law, tetapi juga sebagai rule of moral dan rule of justice yaitu dilakukan pembangunan hukum ekonomi berkelanjutan (sustainable economic law development) sehingga dapat mewujudkan daya saing bangsa.
Mahkamah Agung dalam penelitian hukum tahun 2018 yang dilaksanakan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Hukum dan Peradilan pada Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Keadilan (Balitbang Kumdil) diidentifikasi bahwa bangsa Indonesia dalam menghadapi perubahan dan perkembangan perekonomian global yang disertai hadirnya Indonesia dalam berbagai hubungan kerjasama internasional memiliki peran dan tanggungjawab untuk mendorong iklim usaha yang kondusif, memberikan kepastian hukum, keadilan dan efisiensi dengan tetap memerhatikan kepentingan ekonomi nasional.
Dalam mendukung pelaksanaan perekonomian yang kondusif, sarana wujudnya adalah melalui perubahan dan perbaikan berbagai regulasi dan aturan hukum yang berkenaan dengan dunia bisnis atau dunia usaha yang bertujuan  untuk meningkatkan peringkat Ease of Doing Business (EoDB) yang didasarkan pada 10 indikator penilaian. Pemeringkatan kemudahan berusaha (doing business) diawali pada tahun 2008 hingga sekarang oleh Bank Dunia (World Bank) terhadap 190 negara, termasuk Indonesia.
Peringkat kemudahan berusaha Indonesia sejak 2008 berada di posisi peringkat 123, tahun 2009 peringkat 129, tahun 2010 peringkat 122, tahun 2011 naik satu tingkat di peringkat 121, kemudian turun delapan tingkat di peringkat 129 pada tahun 2012, naik satu tingkat pada tahun 2013 di peringkat 128, lalu tahun 2014 berada di peringkat 120, dan tahun 2015 naik menjadi peringkat 114, tahun 2016 naik di peringkat 106, kemudian tahun 2017 melesat naik di peringkat 91, naik peringkat ke 72 pada tahun 2018, dan tahun 2019 di peringkat 73.
Kini, pada tahun 2020, peringkat kemudahan berusaha di Indonesia tetap berada pada peringkat ke-73 sebagaimana laporan Doing Business 2020 yang dirilis oleh Bank Dunia pada Kamis tanggal 24 Oktober 2019. 
Memerhatikan dua indikator penilaian kemudahan berusaha, yaitu penegakan kontrak (enforcing contracts) dan penyelesaian sengketa kepailitan (resolving insolvency) tersebut berkait erat dengan peran dan fungsi Mahkamah Agung Republik Indonesia (selanjutnya disingkat Mahkamah Agung atau MA) sebagai pengadilan Negara tertinggi yang membawahi empat badan peradilan, terutama lingkungan peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara. Indikator penyelesaian sengketa kepailitan (resolving insolvency) berkaitan erat dengan kompetensi dan kinerja lima Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jakarta Pusat, Semarang, Surabaya, dan Makassar. Mahkamah Agung pun telah membentuk Kelompok Kerja Kemudahan Berusaha sebagai bagian Kebijakan Yudisialnya guna merespon dan menyukseskan kemudahan berusaha (Ease of Doing Business, EoDB) sebagai program pembangunan nasional strategis, khususnya menciptakan iklim usaha investasi bagi para investor asing dan domestik.  





Previous Post
Next Post

0 comments: