Selasa, 07 Desember 2021

Dialektika Pelaksanaan E-Court

by Albertus Usada

PROLOG

PERUBAHAN adalah sebuah keniscayaan dalam setiap  aspek kehidupan, tidak terkecuali di bidang peradilan. Indonesia saat ini sedang memasuki era revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan digitalisasi dan otomasi yang berimplikasi pada perubahan budaya dan perilaku masyarakat.

Mahkamah Agung menjadikan momentum perubahan tersebut sebagai upaya untuk melakukan reformasi di segala bidang dalam rangka percepatan menuju Badan Peradilan Indonesia Yang Agung sebagaimana diamanatkan dalam Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 (M. Hatta Ali, Ketua Mahkamah Agung, 2020. Sekapur Sirih Laporan Tahunan MA RI Tahun 2019). 

Makna “Dialektika”

Dialektika / di·a·lek·ti·ka / dialéktika /  n

1 hal berbahasa dan bernalar dengan dialog sebagai cara untuk menyelidiki suatu masalah;

2 ajaran Hegel yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang terdapat di alam semesta itu terjadi dari hasil pertentangan antara dua hal dan yang menimbulkan hal lain lagi.

Sumber: https://kbbi.web.id/dialektika

Indonesia, Sikon Pandemik Covid-19 (Awal Maret 2020), Sekarang (awal Juli 2020) memasuki Era New Normal pasca Pandemik Covid-19.

Persidangan Elektronik (e-Litigasi)

e-Litigasi merupakan pengembangan dari aplikasi peradilan elektronik (e-court) resmi diluncurkan dan telah diterapkan pada seluruh pengadilan di Indonesia untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat pencari keadilan.

Persidangan Secara Elektronik mampu mengatasi masalah jarak, waktu, tenaga dan biaya berperkara serta memudahkan dan memperlancar proses persidangan.

Akses Terhadap Keadilan dan Peningkatan Pelayanan Publik

Program Pembaruan Perma No. 1 Tahun 2019

Setelah menerapkan sistem peradilan secara elektronik (e-Court) dengan menerbitkan Perma Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik sebagai landasan hukumnya, Mahkamah Agung terus melakukan pembaharuan akses terhadap keadilan untuk memenuhi harapan masyarakat dengan menerbitkan Perma Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik atau dikenal dengan E-Litigation.

Akses Terhadap Keadilan dan Peningkatan Pelayanan Publik

Program Pembaruan Perma No. 1 Tahun 2019

E-Litigation sebagai bagian dari Aplikasi e-Court merupakan terobosan hukum yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dalam rangka memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk menggunakan layanan persidangan dengan menggunakan sistem teknologi informasi. Saat ini, dengan e-Litigation masyarakat yang berperkara tidak harus selalu datang ke pengadilan untuk bersidang.

Pengertian

adalah layanan bagi Pengguna Terdaftar untuk Pendaftaran Perkara Secara Online, Mendapatkan Taksiran Panjar Biaya Perkara secara online, Pembayaran secara online, Pemanggilan yang dilakukan dengan saluran elektronik, dan Persidangan yang dilakukan secara Elektronik.

v  e-Filing (Pendaftaran Perkara online di Pengadilan)

v  e-Payment (Pembayaran Panjar Biaya Perkara online)

v  e-Summons (Pemanggilan Pihak secara online)

v  e-Litigation (Persidangan secara online)

Pengguna Terdaftar dan Pengguna Lainnya

v  Advokat selaku Pengguna Terdaftar dan Para Pencari Keadilan (Non-Advokat) selaku Pengguna Lainnya yang sudah terdaftar dapat beracara di seluruh Pengadilan yang sudah aktif dalam pemilihan saat mau mendaftar perkara baru.

Pendaftaran Perkara (e-Filing)

v  Pendaftaran perkara online dilakukan setelah terdaftar sebagai pengguna terdaftar dengan memilih Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, atau Pengadilan TUN yang sudah aktif melakukan pelayanan e-Court. Semua berkas pendaftaran dikirim secara elektronik melalui aplikasi e-Court Makamah Agung RI.

Taksiran Panjar Biaya (e-Skum)

v  Dengan melakukan pendaftaran perkara online melalui e-Court, Pendaftar akan secara otomatis mendapatkan Taksiran Panjar Biaya (e-SKUM) dan Nomor Pembayaran (Virtual Account) yang dapat dibayarkan melalui saluran elektronik (Multi Channel) yang tersedia

e-Payment

v  Untuk kelancaran dalam mendukung program e-Court Mahkamah Agung RI bekerja sama dengan Bank Pemerintah dalam hal manajemen Pembayaran Biaya Panjar Perkara . Dalam Hal ini Bank yang telah ditunjuk menyediakan Virtual Account - VA (Nomor Pembayaran) sebagai sarana pembayaran kepada Pengadilan tempat mendaftar perkara.

Mendapatkan Nomor Perkara

v  Setelah Pendaftar melakukan pembayaran sesuai Taksiran Panjar Biaya (e-Skum), Pengadilan memberikan Nomor Perkara pada hari dan jam kerja, kemudian aplikasi e-Court akan memberikan notifikasi/pemberitahuan bahwa perkara sudah terdaftar di Pengadilan

Pemanggilan Pihak secara online (e-Summons)

v  Panggilan sidang dan Pemberitahuan Putusan disampaikan kepada para pihak melalui saluran elektronik ke alamat email para pihak serta informasi panggilan tersebut bisa dilihat pada aplikasi e-Court.

Persidangan secara Elektronik (e-Litigasi)

v  Aplikasi mendukung dalam hal persidangan secara elektronik (online) sehingga dapat dilakukan pengiriman dokumen persidangan seperti Replik, Duplik, Jawaban dan Kesimpulan secara elektronik.

Salinan Putusan secara Elektronik (e-Salinan)

v  Aplikasi memuat informasi putusan yaitu tanggal putusan, amar putusan, tanggal minutasi dan salinan putusan elektronik dapat diunduh melalui aplikasi ini.

Tanda Tangan Elektronik (e-Sign)

v  Penandatanganan berkas Salinan Putusan Elektronik.

e-Signature

v  Untuk kelancaran dalam mendukung program e-Court Mahkamah Agung RI bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melalui Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE) yang merupakan lembaga pemerintah yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang keamanan siber dan persandian sebagai sarana pengamanan legalitas dokumen perkara.

e-Payment

Untuk kelancaran dalam mendukung program e-Court Mahkamah Agung RI bekerja sama dengan Bank Pemerintah dalam hal manajemen Pembayaran Biaya Panjar Perkara . Dalam Hal ini Bank yang telah ditunjuk menyediakan Virtual Account - VA (Nomor Pembayaran) sebagai sarana pembayaran kepada Pengadilan tempat mendaftar perkara.

REFLEKSI PELAKSANAAN

Dalam rangka memenuhi asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan, Mahkamah Agung mengembangkan sistem peradilan elektronik dengan aplikasi e-Court, melalui Perma Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan secara Elektronik. Pada tahap pertama aplikasi e-Court mampu melayani pendaftaran perkara secara elektronik (e-filing), pembayaran panjar perkara secara elektronik (e-payment) dan pemanggilan secara elektronik (e-summon), sehingga lebih memudahkan para pihak, karena semua dilakukan dengan pemanfaatan teknologi informasi.

Dengan mekanisme panggilan secara elektronik, maka biaya panggilan menjadi nol rupiah, karena dilakukan ke domisili elektronik melalui alamat surat elektronik, sehingga dapat meringankan beban biaya perkara.

Ø  Pada tahun 2019, Mahkamah Agung melakukan penyempurnaan sistem peradilan elektronik dengan memberlakukan mekanisme persidangan secara elektronik (e-litigation). Maka Mahkamah Agung melakukan revisi terhadap Perma 3 Tahun 2018 dengan menerbitkan Perma Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.

Ø  Perma Nomor 1 Tahun 2019 memuat beberapa pembaruan dari Perma sebelumnya, yaitu:

Ø  pertama menyangkut pembukaan akses berperkara secara elektronik kepada pengguna lain selain Advokat,

Ø  kedua pemberlakuan untuk perkara perlawanan, keberatan, bantahan dan intervensi,

Ø  ketiga pemberlakuan mekanisme persidangan secara elektronik dan keempat pengucapan putusan dan upaya hukum secara elektronik; dan

Ø  keempat pengucapan putusan dan upaya hukum secara elektronik.

Ø  Selain itu Perma Nomor 1 Tahun 2019 membuat redefi nisi tentang beberapa istilah dalam undangundang, khusus bagi keberlakuan dalam persidangan secara elektronik yaitu pendefi nisian tentang istilah terbuka untuk umum bagi persidangan secara elektronik, istilah kehadiran para pihak yang berperkara dan istilah pengucapan putusan/penetapan secara elektronik. Pendefinisian tersebut dilakukan karena ketentuan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak dapat diterapkan dalam persidangan secara elektronik.

Ø  Untuk mendukung format putusan elektronik, Mahkamah Agung telah menjalin kerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk menerbitkan tanda tangan elektronik, sehingga penandatangan putusan dapat dilakukan secara elektronik dan setiap salinan putusan yang ditandatangani secara elektronik oleh panitera memiliki kekuatan serta akibat hukum yang sah.

Ø  Selain itu, Perma Nomor 1 Tahun 2019 membuat redefinisi tentang beberapa istilah dalam undang-undang, khusus bagi keberlakuan dalam persidangan secara elektronik yaitu pendefinisian tentang istilah terbuka untuk umum bagi persidangan secara elektronik, istilah kehadiran para pihak yang berperkara dan istilah pengucapan putusan/penetapan secara elektronik. Pendefinisian tersebut dilakukan karena ketentuan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak dapat diterapkan dalam persidangan secara elektronik.

Ø  Untuk mendukung format putusan elektronik,  Mahkamah Agung telah menjalin kerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk menerbitkan tanda tangan elektronik, sehingga penandatangan putusan dapat dilakukan secara elektronik dan setiap salinan putusan yang ditandatangani secara elektronik oleh panitera memiliki kekuatan serta akibat hukum yang sah.

 

Layanan Meja e-Court dalam Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)

Ø  Implementasi PTSP di seluruh pengadilan pada 4 (empat) lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung telah mencapai angka 100 persen.

Ø  Dalam rangka optimalisasi layanan administrasi perkara secara elektronik di setiap pengadilan tingkat pertama, Mahkamah Agung telah mengeluarkan kebijakan tentang kewajiban setiap pengadilan tingkat pertama untuk membuat meja e-Court yang terintegrasi dengan PTSP. Kebijakan tersebut diatur dalam Butir C.9 Lampiran SK KMA 129 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Administrasi Perkara dan Persidangan Di Pengadilan Secara Elektronik.

Ø  Meja e-Court yang terintegrasi dalam PTSP memfasilitasi setiap permasalahan yang dihadapi pengguna jasa peradilan, khususnya Pengguna lain untuk mendapat akun bila masyarakat ingin berperkara dan bersidang secara elektronik di Pengadilan.

Ø  Optimalisasi PTSP tersebut mendukung transformasi sepenuhnya proses kerja pengadilan kepada Sistem Elektronik yang sedang diterapkan. Selain itu, kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan awal dari Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) untuk mewujudkan proses peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan, memberikan pelayanan administrasi yang mudah, pasti, terukur, dan bebas dari korupsi kepada Pengguna Layanan serta menjaga independensi dan imparsialitas aparatur pengadilan.

Ø  Dengan demikian, PTSP akan meningkatkan kinerja dan pelayanan pengadilan serta kepuasan masyarakat, dengan IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat) dan IPaK (Indeks Persepsi antiKorupsi).

.

.

Previous Post
Next Post

0 comments: