Kamis, 16 Desember 2021

UJI MATERIIL Tidak Adanya Upaya Hukum Terhadap Putusan Pailit Akibat PKPU

by Albertus Usada

Esensi pengaturan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, atau disingkat KPKPU  (UU 37/2004). Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusannya Nomor 23/PUU-XIX/2021 tanggal 15 Desember 2021 telah memutuskan bahwa ketentuan Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) UU 37/2004 adalah inkonstitusionalitas bersyarat. Artinya, upaya hukum kasasi dapat diajukan terhadap putusan pengadilan niaga dalam hal apabila permohonan PKPU yang diajukan oleh kreditor dan tidak diterimanya tawaran perdamaian yang diajukan oleh debitor. 

Amar Putusan MK tersebut adalah “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai, “diperbolehkannya upaya hukum kasasi terhadap putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang diajukan oleh kreditor dan ditolaknya tawaran perdamaian dari debitor,”

Perkara No. 23/PUU-XIX/2021, bermula dari permohonan yang diajukan PT. Sarana Yeoman Sembada yang diwakili oleh Sanglong Alias Samad tentang Pengujian Materiil UU 37/2004 tentang KPKPU terhadap UUD Negara RI Tahun 1945.

BACA Juga

Sistem Kamar Mahkamah Agung Mendukung Kemudahan Berusaha (Doing Business)

Pengadilan Niaga: PKPU Di Tengah Pandemik Global Covid-19

Protokol Madrid: Akomodasi Sistem Pendaftaran Merek di Indonesia

Yurisprudensi dan kekosongan Hukum

Yurisprudensi: Pengaruhnya Terhadap Peraturan Perundang-Undangan 

Yurisprudensi: Pengembangan Pembaruan Hukum Administrasi Negara

Yurisprudensi: Peran dan Fungsinya 

Yurisprudensi sebagai Sumber Hukum Formal 

Arbitrase: Litigasi Choice of Forum Antara Pengadilan, BANI, dan BPSK  

Yurisprudensi: Ratio Decidendi Putusan Hakim 

MK dalam pertimbangan hukumnya menilai terhadap permohonan PKPU yang diajukan kreditor dan tawaran perdamaian yang diajukan debitor ditolak oleh kreditor, maka tidak tertutup kemungkinan terdapat adanya “sengketa” kepentingan para pihak yang bernuansa contentiosa. Demikian juga, bahkan terhadap putusan hakim pada tingkat di bawah dapat berpotensi adanya keberpihakan atau setidak-tidaknya terdapat kemungkinan adanya kesalahan dalam penerapan hukum oleh hakim. Kemudian, MK berpendapat bahwa terhadap permohonan PKPU yang diajukan oleh kreditor dan tawaran perdamaian dari debitor ditolak oleh kreditor diperlukan adanya upaya hukum. 

Konsekuensi yuridis adanya upaya hukum kasasi terhadap permohonan PKPU yang diajukan oleh kreditor dan tidak diterimanya tawaran perdamaian yang diajukan oleh debitor tersebut, maka terhadap pasal-pasal lain yang terdapat dalam UU 37/2004 yang tidak dilakukan pengujian dan terdampak dengan putusan MK No. 23/PUU-XIX/2021tersebut, pemberlakuannya harus menyesuaikan dengan putusan perkara ini. Kemudian, dipertimbangkan bahwa “guna mengatur lebih lanjut berkenaan dengan mekanisme pengajuan upaya hukum kasasi sebagaimana dipertimbangkan tersebut di atas, maka Mahkamah Agung secepatnya membuat regulasi berkaitan dengan tatacara pengajuan upaya hukum kasasi terhadap putusan PKPU yang diajukan oleh kreditor di mana tawaran perdamaian dari debitor telah ditolak oleh kreditor,”

Akhirnya, berdasarkan seluruh pertimbangan hukum  tersebut, MK berpendapat norma Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) UU 37/2004 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat apabila tidak dikecualikan diperbolehkannya upaya hukum kasasi terhadap putusan PKPU yang diajukan oleh kreditor dan ditolaknya tawaran perdamaian dari debitor.

Sedangkan terkait petitum pemohon tentang uji materiil tentang inkonstitusionalitas terhadap norma Pasal 295 ayat (1) UU 37/2004, yang menurut MK bahwa karena hal ini berkaitan dengan upaya hukum peninjauan kembali dan sebagaimana telah dipertimbangkan dalam pertimbangan hukum sebelumnya terhadap upaya hukum peninjauan kembali, maka tidak dibenarkan dengan alasan untuk menghindari pembengkakan jumlah perkara di Mahkamah Agung dan demi kepastian hukum dalam kelangsungan dunia usaha. Demikian juga, berdasarkan alasan dan pertimbangan bahwa oleh karena sifat perkara kepailitan dan PKPU adalah perkara yang berdimensi “cepat” (speedy trial), maka dalil Pemohon berkaitan dengan inkonstitusionalitas Pasal 295 ayat (1) UU 37/2004 adalah tidak beralasan menurut hukum.

 

Selasa, 07 Desember 2021

Hukum Kepailitan: Cessie, Subrograsi dan Novasi Dalam Praktik Pengadilan Niaga

by Albertus Usada

Disampaikan pada Webinar  Pelatihan  Berkelanjutan Himpunan Kurator dan Pengurus Indonesia (HKPI) Tema “Cessie, Subrogasi dan Novasi Dalam Kepailitan (Proses PKPU dan Kepailitan)” Selasa, 15 Desember 2020 via  Aplikasi ZoomMeeting.

Pengantar
Presentasi ini menggunakan metode Penelitian Hukum Normatif, dengan tiga pendekatan (approach):

(1)       Pendekatan Peraturan Perundang-undangan (statute approach):
Beranjak dari asas-asas hukum, perumusan dan pengaturan tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayatran Utang (PKPU) dalam peraturan perundang-undangan, UU No. 37 Tahun 2007 tentang Kepailitan dan PKPU.

Demikian pula, berkenaan dengan bentuk pengalihan piutang (hak tagih) berdasarkan suatu perikatan atau perjanjian menurut ketentuan KUH Perdata, dikenal tiga jenis atau bentuk pengalihan utang (hak tagih) berdasarkan suatu perjanjian:

   Cessie  = Pengalihan Piutang (Hak Tagih) atas nama kepada pihak lain dengan akta otentik / akta di bawah tangan, Ps 613 KUH Perdata.

   Subrogasi  =  Pergantian kreditor lama ke kreditor baru, Ps 1400 - Ps 1403 KUH Perdata

   Novasi  = Pembaruan Utang (Perjumpaan Utang, Set Off), Ps 1413 - Ps 1424 KUH Perdata.

(2)       Pendekatan Konseptual (conceptual approach):

§  Beranjak dari doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum, sehingga dapat diketahui pengertian hukum, konsep hukum dan asas hukum yang relevan dengan cessie, subrogasi dan novasi berikut penerapannya dalam perkara kepailitan dan PKPU.

§  Misalnya, figur dalam Cessie menurut doktrin dikenal: cedent (kreditor lama), cesssionaris (kreditor baru), dan cessus (debitor). Contoh lainnya, makna yuridis tentang “itikad baik”  (good faith, te goeder trouw) - Ps 1338 ay (3) KUH Perdata dalam pelaksanaan perjanjian/kontrak. 

§  Melalui ratio decidendi Putusan Hakim dapat diketahui pengertian yuridis tentang suatu hal tertentu, karena belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, atau telah diatur dalam peraturan perundang-undangan tetapi tidak jelas atau terjadi kekosongan hukum. Di sini Hakim melakukan penafsiran hukum (interpretasi hukum) dan penemuan hukum.

(3)       Pendekatan Kasus (case approach):

§  Beranjak dari ratio decidendi Hakim dalam putusannya terhadap perkara kepailitan dan PKPU in-concreto.

§  Ratio decidendi = alasan dan pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusannya. Ratio decidendi ini merupakan reasoning pertimbangan hukum Hakim yang secara akademis maupun praktik sebagai referensi penyusunan argumentasi hukum dalam memecahkan suatu isu hukum (pokok perkara/pokok sengketa).

§  Ratio decidendi = dapat diketemukan dengan memerhatikan Fakta Materiel (Goodheart dalam Ian McLeod, 1999. Legal Method. Macmillan. London, h. 144; dikutip Peter Mahmud Marzuki, 2017. Penelitian Hukum. Edisi Revisi. Kencana. Jakarta, h.158).

§  Ratio decidendi = diketemukan pada fakta materiel yang dinyatakan terbukti di persidangan berdasarkan alat bukti yang sah.

§  Dalam pendekatan kasus tersebut, yang dirujuk adalah ratio decidendi hakim, bukan merujuk diktum putusan.

§  Yurisprudensi merupakan sumber hukum, meskipun Indonesia yang bertradisi hukum civil law tidak mengenal asas preseden (stare dicisis) seperti negara-negara bertradisi hukum common law – melainkan Indonesia menganut asas persuasif (tidak mengikat).   

§  Telaah terhadap kasus-kasus (perkara kepailitan dan PKPU in-concreto) yang berkenaan dengan isu hukum tentang cessie, subrogasi dan novasi yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap.

IDENTIFIKASI & Rumusan MASALAH:

1.    Apakah bentuk pengalihan piutang (hak tagih) kepada pihak ketiga dalam hubungannya dengan proses PKPU dan Kepailitan?

2.    Bagaimana cessie, subrogasi dan novasi dalam praktik PKPU dan Kepailitan di Pengadilan Niaga?

Bentuk Pengalihan Piutang (Hak Tagih) kepada Pihak Ketiga dalam proses PKPU dan Kepailitan

´  Dalam Hukum Perjanjian dikenal jenis cara berakhirnya atau hapusnya perjanjian/kontrak, yaitu dikenal  sbg Cessie, Subrogasi, dan Novasi.

´  Berkenaan dengan proses PKPU dan Kepailitan, bersubjek hukum: Kreditor dan Debitor; berobjek hukum: Utang, dalam Perjanjian Utang Piutang. Kemudian terkait Pihak Ketiga dalam hal terjadinya Pengalihan Piutang (Hak Tagih) dari kreditor (lama) kepada pihak ketiga sbg kreditor (baru).

´  Cessie merupakan cara pengalihan piutang atas nama dengan cara membuat akta otentik/akta di bawah tangan kepada pihak lain, di mana perikatan lama tidak hapus, tetapi hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditor baru (cessionaris).

´  Subrogasi  = pergantian kreditor lama kepada kreditor baru.

´  Novasi  (N) =  pembaruan utang. N. Objektif; N. Subjektif Pasif; dan N. Subjektif Aktif.

CESSIE

´  Dasar hukum: Pasal 613 KUH Perdata.

´  Cessie merupakan cara pengalihan piutang atas nama dengan cara membuat akta otentik/akta di bawah tangan kepada pihak lain, di mana perikatan lama tidak hapus, tetapi hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditor baru (cessionaris).

´  Cessie ini tidak berakibat hukum bagi debitor sebelum cessie itu diberitahukan kepada diri debitor atau disetujui debitor secara tertulis atau diakuinya.

´  Dalam Cessie, pengalihan piutang atas nama terjadi berdasarkan suatu peristiwa atau perbuatan keperdataan, seperti jual-beli antara Kreditor Lama (cedent) dan calon Kreditor Baru (cessionaris) .

´  Dalam Cessie, pada dasarnya utang piutang tidak hapus, tetapi hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditor baru (cessionaris). 

´  Dalam praktik pengadilan niaga, cessie sering digunakan sebagai dasar pengalihan sebagian piutang (hak tagih) pemohon PKPU sebagai kreditor kepada pihak ketiga sebagai kreditor baru (cessionaris) – yang sering digunakan untuk memenuhi persyaratan minimal dua kreditor sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 ;

´  Pemegang cessie sbg cessionaris memiliki legal standing atau kedudukan hukum sbg Pemohon dalam proses PKPU sepanjang pengalihan piutang (cessie) telah memenuhi syarat formil, syarat sahnya cessie, dan syarat sahnya perjanjian (Putusan Nomor 09/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst  dalam perkara Mollusca Holding (kreditor baru, cessionaris) v PT Pelita Cengkareng Paper (debitor, cessus); Karena, Molluca Holding adalah penerima pengalihan tagihan (cessie) dari PT Bank Permata, Tbk (kreditor lama, cedent) terhadap utang debitor (PT Pelita Cengkareng Paper).

´  Diantara Cessie, Subrogasi, dan Novasi, yang sering terjadi dan digunakan dalam praktik pengadilan niaga - ketika diajukan PKPU – adalah Cessie,  dan sebagian lain adalah karena Subrogasi.

SUBROGASI:

´  Dasar hukum: Pasal 1400 - Pasal 1403 KUH Perdata.

´  Subrogasi adalah terjadinya pergantian Kreditor lama kepada Kreditor baru.

´  Contoh: Debitor A mengikatkan diri dalam perjanjian utang piutang dengan Kreditor B. Kemudian, karena Kreditor B sangat membutuhkan dana pinjaman uang (fresh money) terkait dengan utang Debitor A tersebut, maka Kreditor B mengikatkan diri dalam perjanjian utang piutang dengan Kreditor C.

´  Tentang Piutang (tagihan) Kreditor B terhadap utang Debitor A tersebut, Bagaimana Kreditor C dapat menggantikan kedudukan Kreditor B agar piutangnya dibayar Debitor A ? atau Bagaimana kedudukan Kreditor B dapat digantikan oleh Kreditor C ?

´  Alternatif Solusi Hukumnya:  Ada 2 (dua) kemungkinan agar dana pinjaman sbg Piutang Kreditor B tersebut kembali. Pertama, Kreditor B mencari Kreditor C (sebaga kreditor baru) untuk menggantikan posisinya sebagai kreditor. Artinya, Kreditor B mengalihkan piutangnya dengan cara meminta kepada Kreditor C untuk melunasi utang Debitor A, sehingga kemudian yang memiliki hubungan hukum utang piutang adalah Debitor A dan Kreditor C. Kedua, Debitor A mencari Kreditor C (sebagai kreditor baru) untuk melunasi utangnya kepada Kreditor B. Artinya, jika Kreditor C melunasi utang Debitor A, maka kemudian yang mempunyai hubungan hukum utang piutang adalah Debitor A dan Kreditor C. 

NOVASI:

´  Dasar hukum: Pasal 1413 - 1424 KUH Perdata.

´  Novasi merupakan pembaharuan piutang yang dilakukan berdasarkan kesepakatan kreditor dan debitor, dalam bentuk, alternatif:

´  (1) terjadi penggantian perikatan lama dengan perikatan baru untuk kepentingan kreditor (novasi objektif);

´  (2) seorang debitor baru ditunjuk untuk menggantikan debitor lama (novasi subjektif pasif); atau

´  (3) berdasarkan kesepakatan Kreditor lama, Debitor dan Kreditor baru (perjanjian baru), Kreditor baru ditunjuk untuk menggantikan Kreditor lama (novasi subjektif aktif).

´  Akibat hukum Novasi: perikatan lama hapus dan digantikan dengan perikatan utang yang baru.

Cessie, Subrogasi dan Novasi dalam Praktik PKPU dan Kepailitan di pengadilan Niaga.

Cessie dalam proses PKPU dan Kepailitan

Putusan Nomor 185/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst tanggal 25 September 2019,

Lie Hendra v Mimi Handayani, dkk

Ratio Decidendi Hakim: Bahwa pokok perkara tentang pengalihan piutang (cessie) PT KSB (cedent) kepada Pemohon PKPU (cessionaris) atas Utang almarhum Hendrawan Subiana (HS) yang diteruskan Para Termohon PKPU sbg Ahliwaris (debitor, cessus) belum dipertimbangkan Majelis Hakim Niaga, karena eksepsi kompetensi absolut Termohon PKPU dikabulkan, dan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili, in casu merupakan kewenangan pengadilan perdata untuk menentukan ahliwaris almarhum HS.

Amar Putusan:

§  Mengabulkan eksepsi Para Termohon PKPU mengenai kompetensi absolut tersebut;

§  Menyatakan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara Niaga Nomor :185/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst;

Putusan Nomor 185/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst tanggal 25 September 2019,

Lie Hendra v Mimi Handayani, dkk

Jawaban / Tanggapan Termohon PKPU:

     Termohon PKPU mengajukan eksepsi kewenangan mengadili (absolut).

     Bahwa perjanjian Cessie yang dibuat antara PT. KARYA SASTRA BIJAKSANA dengan PEMOHON PKPU yang terlihat sebagai upaya (akal-akalan) untuk mengajukan Permohonan PKPU terhadap PARA TERMOHON PKPU, berlandaskan pada itikad tidak baik dan melanggar ketentuan pasal 1320 KUH Perdata, bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah diperlukan suatu sebab yang halal; serta pasal 1340 KUH Perdata, bahwa suatu perjanjian tidak diperbolehkan untuk menimbulkan kerugian terhadap pihak ketiga di luar perjanjian. Sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian Cessie tersebut adalah tidak sah.

Catatan Penulis:

Putusan Nomor 185/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst tanggal 25 September 2019,

      Dalam UU No 37 Tahun 2004 tentang KPKPU tidak mengatur atau tidak mengenal adanya eksepsi, kecuali eksepsi kewenangan mengadili (kompetensi absolut).

      Hal ini sebagaimana ditegaskan Mahkamah Agung RI dalam Rumusan Kamar Perdata Sub Kamar Perdata Khusus Kepailitan dan PKPU pada butir angka 27 dalam SEMA Nomor 7 Tahun 2012 Tanggal 12 September 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

Cessie dalam proses PKPU dan Kepailitan

Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya
Nomor 2/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN. Niaga Sby  tanggal 13 Februari 2020
    PT. HJS INDO INVEST  v  PT. KEDAP SAYAAQ

§  Pokok perkara: Pengalihan sebagian Utang (Cessie) Termohon PKPU oleh Pemohon PKPU kepada PT. Doo San Cipta Busana Jaya (PT Doo San BSJ)

§  Termohon PKPU mempunyai Utang sejumlah USD2,658,500.00 kpd Pemohon PKPU

§  Sampai dengan batas waktu yang ditentukan dalam Surat Teguran tersebut, TERMOHON PKPU sama sekali tidak menunjukkan itikad baiknya, oleh karena itu mengingat keuangan PEMOHON PKPU dalam kondisi kurang baik, maka PEMOHON PKPU mengalihkan sebagian piutangnya kepada PT. DOO SAN CIPTA BUSANA JAYA, yaitu sebesar USD. 500.000. (lima ratus ribu dollar amerika serikat) atau setara 33,33% dari piutang pokok sebagaimana dimaksud dalam Salinan Akta Perjanjian Pengalihan Piutang Nomor 169 tanggal 19 Desember 2019 yang dibuat dihadapan Bedjo Sarwono, S.H., M.Kn., Notaris di Kabupaten Bekasi.

§  Utang Termohon PKPU kepada Pemohon PKPU = USD1,000,000,00 plus Bunga USD772,371.95; kepada PT DOO SAN BSJ = USD500,000.00 plus Bunga.

§  Total Piutang Pokok USD1,500,00.00 + Piutang Bunga USD1,158,500.00. 

Amar Putusan Nomor 2/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN. Niaga Sby  tanggal 13 Februari 2020
PT. HJS INDO INVEST  v  PT. KEDAP SAYAAQ
:

§  Menyatakan Permohonan PKPU yang diajukan kuasa Pemohon PKPU tidak dapat diterima.

Ratio Decidendi Hakim:

§  Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mencermati surat permohonan PKPU yang diajukan oleh Kuasa Pemohon PKPU ternyata di dalam surat permohonan PKPU yang diajukan oleh Kuasa Hukum Pemohon PKPU tidak ada tanda tangan Pemohon PKPU, sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 224 ayat (1) Undang-Undang 37 Tahun 2004 “Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 harus diajukan kepada pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dengan ditandatangani oleh pemohon dan advokatnya.” sehingga dengan demikian, surat permohonan PKPU yang diajukan oleh kuasa hukum Pemohon PKPU tidak memenuhi syarat formil yang ditentukan oleh Undang Undang;

§  Menimbang, bahwa oleh karena Permohonan PKPU yang diajukan oleh Kuasa Hukum Pemohon PKPU tidak memenuhi syarat formil sebagaimana yang ditentukan oleh Undang Undang, maka Permohonan PKPU dari Kuasa Hukum Pemohon PKPU haruslah dinyatakan tidak dapat diterima;

§  Menimbang, bahwa oleh karena syarat formil Permohonan PKPU yang diajukan oleh Pemohon PKPU dinyatakan tidak memenuhi syarat formil maka Majelis tidak perlu mempertimbangkan syarat materiil yang diajukan oleh Pemohon PKPU; 

Catatan Penulis:

Putusan Nomor 2/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN. Niaga Sby  tanggal 13 Februari 2020

PT. HJS INDO INVEST  v  PT. KEDAP SAYAAQ :

§  Karena persoalan surat kuasa mengajukan PKPU tersebut tidak ada tanda tangan prinsipal Pemohon PKPU, sehingga tidak memenuhi syarat formil sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 224 ayat (1) Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang KPKPU, bahwa “Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 harus diajukan kepada pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dengan ditandatangani oleh pemohon dan advokatnya.” , yang mengakibatkan  PKPU yang diajukan Kuasa Hukum Pemohon PKPU a quo tidak dapat diterima;

§  Tentang Cessie, penulis teringat adanya Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 18 K/N/2000 tanggal 8 Juni 2000 dalam perkara antara BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) v PT. Sumi Asih, mengandung kaidah hukum bahwa terhadap adanya peralihan piutang (cessie) wajib diberitahukan kepada debitor secara resmi dengan exploit juru sita pengadilan (betekend). Namun, kaidah hukum tersebut belum menjadi Yurisprudensi Tetap MA. Karena secara kasuistis, syarat pemberitahuan (betekening) - meskipun tidak harus dengan exploit jurusita pengadilan - merupakan syarat pengalihan piutang atas nama sebagaimana dimaksud Pasal 613 KUH Perdata.

Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Nomor 158/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 27 September 2019:

PT. TRUKINDO PERSADA SEJAHTERA  v.  PT INDELBERG INDONESIA

§  Tentang diterima dan diakuinya pengalihan piutang atas nama (cessie).

§  Pokok perkara, bermula dari Permohonan   PKPU yang diajukan oleh Pemohon PKPU a quo, kemudian Pengadilan Niaga   pada   Pengadilan  Negeri   Jakarta   Pusat  telah   menjatuhkan   Putusan Nomor 158/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. pada hari Rabu, tanggal 15 Agustus 2019;

§  Permohonan PKPU Sementara selama 44 (empat puluh empat) hari oleh PT. Trukindo Persada Sejahtera dikabulkan. Tidak terjadi homologasi.

§  Akhirnya, diputuskan pada tanggal 27 September 2019, dg Amar Putusan:

Menyatakan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ( PKPU ) PT. Indelberg Indonesia berada dalam keadaan Pailit;  ... dst.

Catatan Penulis:

§  Majelis Hakim telah mempertimbangkan sah menurut hukum terhadap diterima dan diakuinya pengalihan piutang atas nama (cessie) sbgmana ditentukan Ps 613 KUH Perdata.

§  Syarat Cessie, Ps 613 KUH Perdata menentukan syarat  pertama - bersifat mutlak - harus dipenuhi adanya Perjanjian Pengalihan/Peralihan Piutang adanya akta otentik atau akta di bawah tangan. Dalam praktik pengadilan niaga, sering dipilih dg Akta Otentik dibuat dan ditandatangani dihadapan Notaris sbg alat bukti di persidangan. Syarat kedua, pemberitahuan (betekening) terhadap debitor (cessus)  atas peralihan dari kreditor lama (cedent) kepada kreditor baru (cessionaris).

§  Rumusan Kamar Perdata Khusus, tentag kapan pengertian Cessie dapat disebut sbg Kreditor yaitu setelah penyerahan (piutang) itu diberitahukan kepada Debitor, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya, Ps 613 ay (2) KUH Perdata (SEMA No.  7 Tahun 2012).

Putusan MA Nomor 555K/Pdt.Sus-Pailit/2016 tanggal 10 Agustus 2016 jo. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 34/Pdt.Sus-PKPU/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 21 April 2016:

Bahwa pertimbangan hukum putusan Judex Facti yang menolakpermohonan keberatan Pemohon dapat dibenarkan, karena perjanjian pengalihan piutang (cessie) antara Penjual (Kreditor) PT Insting Enam Dua dengan Pembeli Budi Rahmad (Pemohon Keberatan) dalam perkara a quo tidakjelas atau kabur,  khususnya tentang jumlah piutang yang diperjualbelikan, di mana pertanggal 23 Desember 2015 sisa jumlah tagihan yang belum terbayarkan kepada PT Insting Enam Dua sejumlah Rp42.910.775,00 (empat puluh dua juta sembilan ratus sepuluh ribu tujuh ratus tujuh puluh lima rupiah) karena berdasarkan bukti TK-8 telah dilakukan pembayaran tahap pertama sejumlah Rp7.666.077,00 (tujuh juta enam ratus enam puluh enam ribu tujuh puluh tujuh rupiah) dari total jumlah tagihan keseluruhan sebelumnya Rp50.576.852,00 (lima puluh juta lima ratus tujuh puluh enam ribu delapan ratuslima puluh dua rupiah) ternyata dalam perjanjian pengalihan piutang (cessie) antara Pemohon dengan PT Insting Enam Dua yang dilunasi pada tanggal 28Januari 2016 tagihan tersebut masih sejumlah Rp50.576.852,00 ( lima puluh juta lima ratus tujuh puluh enam ribu delapan ratus lima puluh dua rupiah) sehingga Pemohon tidak mempunyai hak atau tidak berwenang untuk bertindak sebagai pihak dalam perkara a quo sebagaimana pertimbangan putusanJudex Facti;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata PutusanPengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 34/Pdt.Sus-PKPU/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 21 April 2016 dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: BUDI RAHMAD tersebut harus ditolak;

SUBROGASI:

Putusan  Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat Nomor 169/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst  tanggal  2 September 2019

1. NIPPON EXPORT AND INVESTMENT INSURANCE dan 2. MARUBENI CORPORATION   v.  PT. KIA INDONESIA MOTOR

Ratio Decidendi Hakim:

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.II-5A dan bukti P.II-5B berupa perjanjian fasilitas kredit (Credit Facility Agreement) tanggal 08 Januari 2014 serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia bukti P.II-5A, bukti P.II-6A sampai dengan bukti P.II-20B berupa kontrak dalam periode bulan Januari 2014 sampai dengan bulan Juni 2014 terbukti bahwa Termohon PKPU mempunyai utang Kepada Pemohon PKPU II serta berdasarkan bukti P.II-168 = T-13 berupa Surat Pemberitahuan Subrogasi tanggal 15 Oktober 2018 terbukti bahwa Termohon PKPU mempunyai utang kepada Pemohon PKPU I;

Menimbang, bahwa dalam jawabannya Termohon PKPU mengakui mempunyai utang kepada Pemohon PKPU I dan Pemohon PKPU II sebagaimana dalil permohonan Para Pemohon PKPU, yaitu sebesar USD15,575,345.41 dan USD1,730,618.19;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.II-21A sampai dengan P.II-110B berupa invoice, packing list dan B/L dalam periode bulan Maret 2014 sampai dengan bulan Juli 2014, bukti P.II-111A sampai dengan bukti P.II-152B berupa surat permintaan biaya (Bill Of Exchange) atau wesel dan sertifikat dalam periode bulan April 2014 sampai dengan bulan Mei 2015, bukti P.II166A = T.11 dan bukti P.II-167A=T.12 berupa somasi terbukti bahwa Para Pemohon PKPU telah melakukan penagihan utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih;

Menimbang, bahwa dalam jawabannya Termohon PKPU menyatakan bahwa belum dapat membayar utangnya dikarenakan situasi pasar dan tetap berkomitmen untuk memenuhi kewajibannya;

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan–pertimbangan tersebut di atas maka secara sederhana dapat dibuktikan Termohon PKPU mempunyai utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih namun hingga sekarang belum dibayar, sehingga Para Pemohon PKPU selaku Kreditor memperkirakan bahwa Termohon PKPU selaku Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, untuk itu maka Para Pemohon PKPU mengajukan Permohonan PKPU;

Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan, apakah Termohon PKPU mempunyai Utang kepada lebih dari satu Kreditor, sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundan Kewajiban Pembayaran Utang;

Menimbang, bahwa di samping utang kepada Pemohon PKPU l dan Pemohon PKPU ll di dalam permohonannya para Pemohon menyatakan ada utang lain Termohon;

Menimbang, bahwa terhadap hal tersebut di persidangan telah diajukan bukti-bukti KL.I yang diberi tanda bukti KL.l-1 sampai dengan bukti KL.I-10 dan 1 (satu) orang saksi, serta diajukan bukti tertulis dari KL.II yang diberi tanda bukti KL.II-1A sampai dengan KL.II-5c dan 1 (satu) orang saksi;

Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, terbukti bahwa Termohon PKPU memiliki lebih dari 1 (satu) Kreditor, yaitu Pemohon PKPU I, Pemohon PKPU II, KL-I/Korea Trade Insurance Corporation dan KL-II/PT. Bank Victoria International, Tbk;

Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, telah ternyata bahwa permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini telah memenuhi syarat materiil sebagaimana ketentuan pasal 222 ayat (1) dan ayat (3) dan ayat (4) Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU);

AMAR:

1.    Mengabulkan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PEMOHON PKPU I dan PEMOHON PKPU II terhadap Termohon PKPU;

2.    Menyatakan Termohon PKPU PT. KIA INDONESIA MOTOR berada dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sementara selama 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak putusan ini diucapkan;

3.    ... dst ... 8. ... dst.

Pemohon PKPU:

  1. NIPPON EXPORT AND INVESTMENT INSURANCE dan
  2. MARUBENI CORPORATION

Termohon PKPU: PT. KIA INDONESIA MOTOR

NOVASI:

´  Putusan Pengadilan Niaga pada PN Surabaya Nomor 29/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Sby  tanggal 5 Mei 2020 

  • PT Regency Utama Indonesia sbg Termohon PKPU untuk Dirinya Sendiri
  • Terdapat 6 (enam) Kreditor Separatis, dan 9 (sembilan) Kreditor Konkuren

´  Masuknya 4 (empat) investor sebagai debitor baru (novasi subjektif pasif) untuk kepentingan bersama PT. Regency Utama Indonesia .

´  4 (empat) investor PT. Megapolitan Development, Tbk; Istana Group, Bandung; PT. PP Properti, Tbk, Jakarta; PT. Wika Realty, Tbk., Jakarta Timur sebagai mitra baru Pemohon PKPU untuk bekerjasama melanjutkan dan akan   mengembangkan   tanah tercatat dalam Sertifikat SHGB Nomor 3154 dan Sertifikat SHGB Nomor 3161 dengan luas 3422m2, berlokasi di Klamping Asem, Kecamatan Sukolilo, Surabaya untuk  tujuan (melanjutkan bersama) pembangunan apartemen.

´  Putusan Pengadilan Niaga pada PN Surabaya Nomor 29/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Sby  tanggal 5 Mei 2020 

  • PT Regency Utama Indonesia sbg Termohon PKPU untuk Dirinya Sendiri
  • Terdapat 6 (enam) Kreditor Separatis, dan 9 (sembilan) Kreditor Konkuren
  • Proposal Perdamaian disahkan, Homologasi;

Amar Putusan: MENGADILI:

1. Menyatakan sah perdamaian yang dilakukan antara Pemohon Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)  PT. REGENCY UTAMA INDONESIA  dengan Para Kreditornya, sebagaimana yang telah disepakati bersama pada hari Selasa tanggal 14 April 2020;

2. Menyatakan   Penundaan   Kewajiban   Pembayaran   Utang   (PKPU)  PT. REGENCY UTAMA INDONESIA demi Hukum berakhir;

3. Menghukum Debitor dan Para Kreditor untuk mentaati isi  perdamaian tersebut;

4. Menghukum   ... dst;

5. Menghukum Pemohon PKPU ... dst.

´  Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 131/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst   tanggal 24 September 2018.

Mollusca Holding v PT. Bank Permata, Tbk

  • Dalil pokok permohonan PKPU, bahwa Pemohon PKPU mempunyai hak tagihan terhadap Termohon PKPU berdasarkan Pengalihan Piutang (Cessie) yang tertuang dalam Akta No. 85 tanggal 5 Mei 2017 yang dibuat dihadapan Notaris Hasbullah Rasyid, S.H., M.Kn,; Dalam proses jual-beli piutang tersebut, awalnya tagihan adalah milik PT. Bank Permata, lalu oleh PT. Bank Permata dijual kepada CVI CVIII LUX MASTER S.a.r.l; Kemudian, karena ada sesuatu hal, menurut Pemohon dilakukan Novasi, sehingga menurut Pemohon, pembelinya berubah menjadi MOLUCCA HOLDINGS S.a.r.l (Pemohon PKPU);

´  Memerhatikan ketentuan Pasal 222 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (4) UU Nomor 37 Tahun 2004, serta peraturan Hukum lain yang bersangkutan ;

Amar Putusan: MENGADILI:

´  1. Menolak Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ( PKPU ) yang diajukan oleh Pemohon;

´  2. ... dst.

Ratio Decidendi terhadap Novasi:

´  Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 131/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst   tanggal 24 September 2018.

Mollusca Holding v PT. Bank Permata, Tbk

  • Dalil Pokok Pemohon PKPU dibantah oleh Termohon PKPU;

´  Menimbang, bahwa dari bukti P-2 berupa Fotocopy Akta No. 85 Tanggal 5 Mei 2017 pada halaman 7 dan 8 ternyata benar bahwa awalnya pada tanggal 4 Maret 2017 dilakukan perjanjian jual beli piutang antara PT. Bank Permata sbg penjual kepada CVI CVIII LUX MASTER S.a.r.l sbg pembeli, dan kemudian dilakukan Perjanjian tanggal 28 April 2017 yang melibatkan Pemohon yang oleh pembuat perjanjian dinamakan Perjanjian Novasi;

´  Menimbang, bahwa sesuai pendapat ahli Dr. H. Atja Sonjaya, S.H., M.H. di persidangan, ahli berpendapat bahwa maksud dan pengertian dari Perjanjian Novasi adalah perjanjian yang dilakukan antara Kreditor dengan Debitornya, bukan perjanjian yang dilakukan antara Kreditor dengan Kreditor lain tanpa melibatkan Debitor, sehingga Perjanjian Novasi yang dimaksud dalam Akta No. 85 tanggal 5 Mei 2017 bukanlah merupakan perjanjian Novasi menurut hukum;

Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 131/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst   tanggal 24 September 2018.

Mollusca Holding v PT. Bank Permata, Tbk

´  Menimbang, bahwa dari bukti T-1 yang sama dengan bukti KL-7 berupa fotocopy Putusan No. 44/Pdt-Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 7 Mei 2018, ternyata para pihaknya sama dengan perkara a quo, dan ternyata keduanya yang menjadi dasar alasan adanya hak tagihan Pemohon kepada Termohon adalah sama, yakni berdasarkan Akta No. 85 tanggal 5 Mei 2017, dan yang menjadi dasar Majelis Hakim dalam perkara No. 44/Pdt-Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 7 Mei 2018 untuk menyatakan bahwa “diantara para pihak masih terjadi perbedaan pendapat yang prinsip dan komplek mengenai keabsahan Akta No. 85 tanggl 5 Mei 2017, sehingga keberadaan tagihan permohon tidak dapat diadili dengan pembuktian sederhana”, karena Termohon telah mengajukan gugatan perdata terkait permasalahan tersebut yang diajukan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan register Nomor 236/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst ;.

´  Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 131/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst   tanggal 24 September 2018.

Mollusca Holding v PT. Bank Permata, Tbk

´  Menimbang, bahwa dari bukti T-6 berupa Fotocopy permohonan gugatan perdata yang aslinya telah terdaftar di Kepaniteraan Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Register Nomor 236/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst, dan dari bukti tersebut telah terbukti bahwa Termohon benar telah mengajukan gugatan pembatalan Akta No. 85 tanggal 5 Mei 2017 yang menjadi dasar alasan Pemohon mengajukan permohonan PKPU dalam perkara a quo;

´  Menimbang, bahwa di persidangan tidak terdapat bukti yang membuktikan bahwa Perkara Perdata Nomor 236/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst tersebut sekarang telah diputus oleh Pengadilan dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap, sehingga Majelis Hakim berpendapat bahwa keabsahan Pemohon dalam perkara a quo sebagai pemilik Piutang atau sebagai Kreditor terhadap Termohon yang berasal dari Bank Permata sampai putusan ini diucapkan masih dipermasalahkan di persidangan Peradilan Umum, oleh karenanya pembuktian adanya Pemohon sebagai Kreditor yang mempunyai tagihan utang terhadap Termohon sebagai Debitor dalam perkara a quo menurut Majelis Hakim tidak dapat dibuktikan secara sederhana;.

Data Informasi Perkara Niaga, Putusan PKPU dan Kepailitan di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat :

Kepailitan           PKPU

2020  :       55                        436       per  14 Desember 2020

2019  :       69                        285

2018  :       43                        191

2017  :       73                        168

2016  :       67                        145

2015  :       55                        107

2014  :       51                          74

2013  :       62                          84

2012  :       77                            - 

2011  :       N/A                                  N/A        Tercatat di Register KM Niaga

Perlu dilakukan penelitian hukum secara in-depth lebih lanjut.

Sumber Data: Albertus Usada, 2020. Diolah dari SIPP PN Jakarta Pusat

SIMPULAN:

´  (1) Dalam perkara Kepailitan dan PKPU, Cessie (Ps 613 KUH Pdt), Subrogasi (Ps 1400 - Ps 1403 KUH Pdt), dan Novasi (Ps 1413 - Ps 1424 KUH Pdt) merupakan bentuk pengalihan piutang (hak tagih) kepada pihak ketiga berdasarkan suatu perjanjian, yang harus memenuhi syarat tertentu dan mengakibatkan perubahan kedudukan kreditor, dari kreditor lama ke kreditor baru dengan debitor yg sama (cessie dan subrogasi), atau karena pembaruan utang (novasi) dapat terjadi perubahan debitor lama ke debitor baru (novasi subjektif pasif) atau perubahan kreditor lama ke kreditor baru (novasi subjektif aktif). 

Novasi: Perjanjian Novasi adalah perjanjian yang dilakukan antara Kreditor dengan Debitornya, bukan perjanjian yang dilakukan antara Kreditor dengan Kreditor lain tanpa melibatkan Debitor.

´  (2) Dalam praktik pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat serta empat Pengadilan Niaga lainnya pada Pengadilan Negeri: Medan, Semarang, Surabaya dan Makassar, Cessie dan Subrogasi sering digunakan sebagai dalil permohonan Pemohon PKPU untuk menentukan adanya Utang dan Piutang yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, serta debitor mempunyai dua atau lebih kreditor utk memenuhi syarat formil Ps 2 ayat (1) UU KPKPU, serta Ps 8 ayat (4) UU KPKPU dalam hal Permohonan pernyataan Pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana. bahwa persyaratan untuk dinyatakan Pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.   

´ Penjelasan Ps 8 ayat (4) UU KPKPU, makna frasa “fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana”

adalah adanya fakta dua atau lebih Kreditor dan fakta Utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaaan besarnya jumlah utang yang dialihkan oleh Pemohon Pailit dan Termohon Pailit tidak menghalangi dijatuhkannya Putusan pernyataan Pailit”.