Jumat, 17 April 2020

ARBITRASE: Putusan Komite ICSID Pemerintah Indonesia lawan Churchill Mining & Planet Mining


Albert Usada, 2020: Putusan Arbitrase Internasional atau Tribunal ICSID dengan tiga Arbiter sebagai Komite ICSID di Washington DC, Amerika Serikat telah menolak gugatan para Penggugat, yaitu dua perusahaan pertambangan dari Inggris Churchill Mining Plc dan dari Australia Planet Mining Pty Ltd sebagai pihak para Penggugat. Komite ICSID yang memeriksa dan memutus gugatan tersebut juga mengabulkan permohonan Negara/Pemerintah Republik Indonesia sebagai pihak Tergugat melalui sidang forum Arbitrase Internasional dalam agenda pembacaan putusan Komite ICSID (International Centre for Settlement of Investment Disputes) dalam hal penggantian biaya berperkara (award on costs) sebesar 9,4 Juta USD.
https://www.bilaterals.org/?icsid-tribunal-throws-new-light-on
 Source image: www.bilaterals.org
Putusan Komite ICSID bertanggal 18 Maret 2019, dalam resgister perkara Nomor ARB/12/14 dan Nomor ARB/12/40. Komite ICSID, terdiri dari tiga orang Arbiter, yaitu Judge Dominique Hascher, Profesor Karl-Heinz Bockstiegel dan Profesor Jean Kalicki, yang pada pokoknya memenangkan pihak Republik Indonesia (Tergugat) yaitu menolak semua permohonan annulment of the award yang diajukan oleh para Penggugat (Churchill Mining, dan Planet Mining). 
 Ketua Komite ICSID: Judge Dominique Hascher, www.icsid.worldbank.org
Perkara gugatan tersebut bermula dari para Penggugat yang menuduh Pemerintah Indonesia - dalam hal ini Bupati Kutai Timur - melanggar perjanjian bilateral investasi (BIT) RI - UK (Republik Indonesia - the United Kingdom) dan RI - Australia (Republik Indonesia - Australia). Pelanggaran dimaksud adalah melakukan ekspropriasi tidak langsung (indirect expropriation) dan melanggar prinsip perlakuan yang adil dan seimbang (fair and equitable treatment) melalui pencabutan Kuasa Pertambangan / Izin Usaha Pertambangan Eksploitasi (KP/IUP Eksploitasi) anak perusahaan Para Penggugat (empat perusahaan Grup Ridlatama) seluas lebih kurang 350 Km persegi, di Kecamatan Busang oleh Bupati Kutai Timur pada tanggal 4 Mei 2010.

Para Penggugat mengklaim bahwa pelanggaran tersebut telah menimbulkan kerugian terhadap investasinya di Indonesia, dan mengajukan tuntutan sebesar 1.3 Miliar USD (lebih kurang Rp 18 Triliun). Terhadap gugatan tersebut, pada tanggal 6 Desember 2016, Tribunal ICSID yang terdiri dari Profesor Gabrielle Kaufmann-Kohler, Michael Hwang SC, dan Profesor Albert Jan van den Berg yang menolak semua klaim yang diajukan oleh Para Penggugat terhadap Republik Indonesia. Tribunal ICSID juga mengabulkan klaim Pemerintah Indonesia untuk mendapatkan penggantian biaya berperkara (award on costs) sebesar 9,4 Juta USD.

Tribunal ICSID dalam persidangan pembuktian juga menerima argumen dan bukti-bukti, termasuk keterangan ahli forensik yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia yang dapat membuktikan adanya tindak pidana pemalsuan, yang kemungkinan terbesar menggunakan mesin autopen.

Sebanyak 34 dokumen palsu yang diajukan oleh para Penggugat dalam persidangan, termasuk izin pertambangan untuk tahapan general survey dan eksplorasi - yang seolah-olah merupakan dokumen resmi/asli - yang dikeluarkan oleh pelbagai lembaga pemerintahan di Indonesia, baik pusat maupun daerah.

Tribunal ICSID juga menerima argumentasi Pemerintah Indonesia bahwa investasi yang bertentangan dengan hukum tidak pantas mendapatkan perlindungan dalam hukum internasional. Tribunal ICSID juga menyimpulkan bahwa para Penggugat tidak melakukan kewajibannya untuk memeriksa mitra kerja lokalnya serta mengawasi dengan baik proses perizinannya (lack of diligence). Berdasarkan fakta dan pertimbangan, akhirnya Tribunal ICSID menyatakan bahwa klaim dari Para Penggugat ditolak.

Sebagaimana kasus posisinya, pada tanggal 31 Maret 2017, Para Penggugat mengajukan permohonan pembatalan putusan (annulment of the award) berdasarkan Pasal 52 Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States (Konvensi ICSID). Argumentasi dasar gugatan atau dalil gugatan yang diajukan Para Penggugat, sebagai berikut
  1. Bahwa Tribunal ICSID dianggap telah melangkahi kewenangan (ultra vires);
  2. Bahwa telah terjadi suatu penyimpangan yang serius dari aturan prosedur yang mendasar;
  3. Bahwa putusan telah gagal menyatakan alasan yang menjadi dasar putusan.

Para Penggugat mengajukan pembatalan atas putusan Tribunal ICSID, Para Penggugat juga meminta penghentian sementara pelaksanaan putusan Tribunal ICSID yang akan dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Indonesia (Tergugat) mensyaratkan adanya jaminan yang layak, penuh, dan dapat dieksekusi, dan menolak tawaran jaminan dari Para Penggugat, karena bentuk dan nilai jaminan yang tidak masuk akal.

Kemudian, Pemerintah Indonesia meminta Komite ICSID untuk secara seksama mempelajari bentuk dan nilai jaminan yang ditawarkan tersebut, termasuk dengan mengajukan ahli hukum agraria dari Indonesia sebagai saksi ahli, dan meminta Komite ICSID untuk membatalkan penghentian sementara pelaksanaan putusan Tribunal ICSID. Akhirnya, Komite ICSID pada tanggal 18 Maret 2019 memutuskan dan menegaskan kemenangan Indonesia melalui sebuah putusan yang final dan berkekuatan hukum tetap (Decision on Annulment).  

Berdasarkan Putusan Arbitrase Komite ICSID tersebut, maka keuntungan bagi Indonesia, antara lain:
  • Indonesia terhindar dari klaim sebesar USD 1.3 Miliar (sekitar Rp 18 Triliun yang diajukan pihak Churchill Mining dan Planet Mining).
  • Indonesia memperoleh penggantian biaya perkara sebesar USD 9.4 Juta, jumlah mana merupakan yang terbesar yang pernah diputus Tribunal ICSID.
  • Kemenangan ini merupakan kemenangan yang pertama, yang dicapai Pemerintah Indonesia di Forum ICSID di Washington D.C. Amerika Serikat.
  • Bukti bahwa Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia merupakan peradilan yang transparan dan berkeadilan, karena sebelumnya Para Penggugat pernah menempuh jalur hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara hingga putusan Kasasi Mahkamah Agung.
  • Bukti bahwa Pemerintah Indonesia membuat perlakuan yang seimbang dan adil terhadap investor asing.
  • Bukti bahwa Pemerintah Indonesia memiliki "kedaulatan" dalam pengelolaan di bidang pertambangan.



Materi Hukum lain, yang dapat Anda baca berikutnya:

Narasi Berlatar Video Musik Inspirasional dan Epic Music:

Pengetahuan Dasar & Desain Infografis Terkait Covid-19:
Previous Post
Next Post

0 comments: