Sabtu, 11 April 2020

JICA: Kapasitas Hakim dan Hak Kekayaan Intelektual Indonesia - Jepang

by Albertus Usada, Orcid ID.0000-0002-1793-0568,Social Science Research Network (SSRN) by Elsevier, the Netherlands.

Albert Usada: Pelatihan Waktu Singkat tentang Training of Trainer (ToT), bertujuan untuk meningkatkan kapasitas Hakim dalam Pembaharuan Peradilan di Indonesia. Program Kerjasama antara Mahkamah Agung Republik Indonesia dan JICA (Jepang) ini merupakan yang Kelima sebagai The 13th Knowledge Co-Creation Program for Legislative Practice. Pihak Jepang melalui JICA (Japan International Cooperation Agency) bertempat di TIC (Tokyo International Center). Kegiatan ToT tersebut dalam dimensi kerjasama internasional antar-negara dikenal sebagai Project on Intellectual Property Right (IPR) Protection and Legal Consistensy for Improving Business Environtment. Bagi para Hakim Indonesia, program kegiatan lebih diikenal sebagai ToT Pelatihan Hak Kekayaan Intelektual Tingkat Dasar II (the Elementary Intellectual Property Right Course II).
Training of trainer atau pelatihan ToT adalah pelatihan yang diperuntukkan bagi orang-orang yang disiapkan untuk menjadi pelatih atau trainer dan meneruskan materi pelatihan tersebut kepada orng lain. 


Kuliah “Merek Dagang - Lingkup Kesamaan di Jepang”
Narasumber Mr Iimura Toshiaki.
Di Ruang Seminar 303 JICA Tokyo, Rabu: 5 Februari 2020.
Sesi (1) Pukul 10.00 - 12.30, dan Sesi (2) Pukul 14.00 - 17.00.
Moderator Mr. Ryota Shitamichi, Professor, Government Attorney, International Cooperation Department (ICD), Research and Training Institute (RTI), Ministry of Justice, Japan.
Pendamping Mr Naoaki Hosoi (JICA Expert, Chief Advisor on Training of Judges and Enhancement of IPR Enforcement).
Penerjemah Ms Noriko Yoboku dan Mr Kuswan Wahyu Murianto (Training Coordinator).
Staf Administrasi Ms Kaori Imamura.
Peserta 15 orang Hakim: 1) Pahala Simanjuntak, 2) Elyta Ras Ginting, 3) Marsudin Nainggolan, 4) Nirwana Dirhamzah Pananrang, 5) Bambang Hery Mulyono, 6) Ainal Mardhiah, 7) Albertus Usada, 8) Khamim Thohari, 9) Fahren Marpaung, 10) Agung Suhendro, 11) I Made Subagia Astawa, 12) Bambang Nurcahyono, 13) Tuty Haryati Abdushamad, 14) Andreas Purwantyo Setiadi, dan 15) Sriti Hesti Astiti.
Metode Pembelajaran: Kuliah, Presentasi, Diskusi, Tanya Jawab, dan Studi Kasus.
Moderator membacakan Curiculum Vitae (CV) Mr Toshiaki Iimura, yang diterjemahkan oleh Mr Kuswan Wahyu Murianto.
Mr Toshiaki Iimura
adalah sejak lulus dari Fakultas Hukum sebagai Hakim di PN Tokyo, PN Kobu, mantan Hakim dan mantan Hakim Tinggi, dan mantan Ketua Pengadilan Tinggi Kekayaan Intelektual (2012-2014), sekarang sebagai Advokat di Kantor Hukum Yuasa and Hara. Sangat pakar sebagai Hakim dan Advokat di bidang Hukum Kekayaan Intelektual; Aktif menulis artikel di berbagai media akademik. 
Sebagai Councilor of The Copyright Law Association of Japan (2002-sekarang), dan sejak 2014-sekarang sebagai Member of Industrial Structure Council of Ministry of Economy, Trade and Industry (METI) of Japan. Aktif terlibat sebagai narasumber dan kontributor dalam Program dukungan Pembaharuan dan Penataan Hukum di bidang HKI di Indonesia, hasil kerjasama antara pemerintah Jepang dan Indonesia.

PRESENTASI
Pada sesi pertama, dijelaskan tentang cakupan atau ruang lingkup pembahasan materi hukum tentang Merek Dagang (corporate trademarks) di Jepang dan tentang Makna Lingkup Kesamaan (similarity), sebagai berikut:
01.  Garis besar Undang-Undang Merek Dagang di Jepang, mencakup tentang Sejarah, Penetapan Hak Merek Dagang, Prosedur Permohonan (Aplikasi), Pemeriksaan, Persyaratan Pendaftaran, Hak Merek Dagang, dan Persyaratan Penggunaan Merek Dagang.
02.  Kesamaan Merek Dagang, yaitu dalam penuntutan Merek Dagang (Pasal 4.1.11 UU Merek Dagang Jepang), meliputi:
       (1) Kesamaan Merek Dagang; dan
       (2) Kesamaan Barang atau Jasa.
03.  Kebingungan tentang Sumber Barang (Pasal 4.1.15 UU Merek Dagang Jepang)
04.  Kesamaan Merek Dagang, yaitu dalam hal terjadinya Pelanggaran Merek Dagang.
Pembahasan dalam Presentasi:
01.  Garis Besar Undang-Undang Merek Dagang di Jepang:

(01)   Tentang Sejarah:

a.  UU Merek Dagang Jepang ditetapkan pada tahun 1884, yang dipengaruhi oleh UU Merek Dagang Jerman yang berbasis pada dasar registrasi merek, UU Merek Inggris yang berbasis merek defensif, UU Merek Amerika Serikat yang berbasis pada merek jasa dan jasa toko ritel (eceran), dan berbasis pada syarat dari Traktat UU Merek Dagang.
b.  UU Pencegahan Persaingan Usaha Tidak Sehat Jepang (UCPL) ditetapkan pada tahun 1934, setelah Jepang bergabung di Konvensi Paris (Pasal 10 bis UU Persaingan Usaha Tidak Sehat Jepang).
c.  Jepang adalah negara hukum sipil, bukan negara hukum umum, yaitu dalam hal pengaturan ketentuan “tidak diperbolehkan melakukan pemboncengan reputasi” suatu merek dagang yang sudah terkenal.  
d.  UCPL Jepang tersebut pada prinsipnya bertujuan untuk melindungi merek dagang yang tidak terdaftar, tetapi sudah dikenal luas atau sangat terkenal.
(02)   Penetapan Hak Merek Dagang:
a.  Merek Dagang terdaftar dilindungi oleh UU Merek Dagang Jepang, sedangkan UCPL Jepang melindungi Merek Dagang tidak terdaftar.
b.  Hak Merek Dagang ditetapkan hanya dengan melalui pendaftaran, maka asasnya adalah “tidak ada Hak Merek Dagang tanpa melalui Pendaftaran”. Hal ini berbeda atau tidak seperti di Jerman (Pasal 4 UU Merek Dagang Jerman).
c.  Hak Merek Dagang, menentukan pengaturan makna “merek identik” atau “mempunyai kesamaan”, dan makna “barang dan jasa identik atau mempunyai kesamaan” yaitu dalam hal merek defensif yang mencakup barang dan jasa tidak mirip).
d.  UU Pencegahan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Jepang atau UCPL juga mengatur untuk melindungi perbuatan dalam hal merek identik atau mempunyai persamaan, barang dan jasa identik atau mempunyai persamaan atau tidak mirip yang dimaksudkan untuk melindungi merek dagang yang sudah dikenal luas (terkenal) dari merek dagang yang baru yang membingungkan.   
(03)   Prosedur Permohonan (Aplikasi):
a.  Pemohon mengisi formulir aplikasi Merek Dagang kepada Japan Patent Office (JPO).
b.  JPO kemudian mengecek formalitas permohonan (aplikasi) Pemohon tersebut.
c.  Publikasi permohonan pemohon tersebut, untuk memberi kesempatan kepada akses masyarakat dan pelaku usaha, jika ada protes dari masyarakat atau pelaku usaha.
d.  Pemeriksaan substansi.
e.  Registrasi.
f.   Publikasi pendaftaran merek dagang, untuk mengantisipasi jika ada perlawanan dari pelaku usaha lainnya. 
(04)   Pemeriksaan dan Persyaratan Pendaftaran:
a. JPO (Japan Patent Office) adalah instansi yang berwenang menerima dan memproses permohonan/aplikasi pendaftaran merek dagang, kemudian melakukan pemeriksaan persyaratan pendaftaran merek dagang yang diajukan pemohon tersebut.
b.  Kantor JPO terdiri dari komisioner, dengan jumlah staf sebanyak 2.880 orang, yaitu 147 orang sebagai Pemeriksa Merek Dagang, 1713 orang sebagai Pemeriksa Paten, 51 orang Pemeriksa Desain (Industri), dan 387 orang sebagai Pemeriksa Pengadilan (Komisi Banding).
c.  Persyaratan pendaftaran dalam Pasal 3 dan Pasal 4 UU Merek Dagang Jepang menentukan dasar-dasar mutlak, yaitu dalam hal: Definisi merek dagang yang dimaksudkan untuk digunakan (Pasal 3 pada Paragraf Utama); Istilah umum (Pasal 3.1); Tanpa daya pembeda (Pasal 3.1); Makna sekunder (Pasal 3.2), Ketertiban atau moralitas (Pasal 4.1.7), dan Fungsionalitas merek dagang (Pasal 4.1.18).
d.  Persyaratan pendaftaran dalam Pasal 4 UU Merek Dagang Jepang menentukan dasar-dasar relatif, yaitu dalam hal: mempunyai kesamaan dengan merek dagang yang telah diajukan dan terdaftar, agar tidak membingungkan (Pasal 4.1.11); mempunyai kesamaan dengan merek dagang yang telah digunakan dan dikenal luas, agar tidak membingungkan (Pasal 4.1.10); dan kebingungan terhadap sumber barang, agar tidak kirip (Pasal 4.1.15).
e.  Alasan-alasan relatif dalam persyaratan pendaftaran menurut UU Merek Dagang Jepang, yaitu dalam hal mempunyai kesamaan dengan merek dagang yang dikenal luas di Jepang atau di luar Jepang (tujuan tidak sehat) dan tidak membingungkan (Pasal 4.1.19); membingungkan terkait kualitas barang atau jasa (Pasal 4.1.16); dan prinsip siapa yang terlebih dahulu mengajukan (Pasal 8).  
(05)   Hak Merek Dagang:
a. Jangka waktu (durasi) merek dagang di Jepang adalah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal registrasi, dan kemudian dapat diperpanjang lagi selama 10 (sepuluh) tahun.
b.  Perlindungan jangka waktu tersebut bertujuan untuk pemulihan hak secara perdata maupun pidana, serta guna keperluan pengawasan oleh Kantor Pabean (Bea Cukai) Jepang berkenaan dengan kegiatan impor dan ekspor suatu barang yang bermerek dagang.
(06)   Persyaratan Penggunaan Merek Dagang:
a.  Persyaratan penggunaan suatu merek dagang dalam UU Merek Dagang Jepang adalah untuk memeriksa dan mengecek (checklist): apakah ada atau tidak ada permohonan pendaftaran suatu merek dagang (?); apakah ada atau tidak ada pendaftaran (?); apakah ada atau tidak ada perpanjangan pendaftaran - Pasal 20 (?); apakah ada atau tidak ada perlawanan – Pasal 43.2 (?); apakah ada atau tidak ada pengadilan penghapusan - Pasal 46 (?);
b.  Kemudian, apakah Ya atau Tidak Ada pengadilan pembatalan digunakan - Pasal 50 (?), dan apakah Ya atau Tidak Ada pelanggaran merek dagang (?).
02.  Kesamaan Merek Dagang, yaitu dalam penuntutan Merek Dagang (Pasal 4.1.11 UU Merek Dagang Jepang), meliputi:
(01)   Kesamaan Merek Dagang menurut UU Merek Dagang Jepang:
a.  Pasal 4.1.11 menentukan: “Merek dagang tidak boleh didaftarkan jika merek dagang tersebut identik dengan atau mempunyai kesamaan dengan merek dagang terdaftar pihak lain yang telah diajukan sebelum tanggal pengajuan permohonan untuk pendaftaran merek dagang tersebut, jika merek dagang digunakan terkait dengan barang yang dinamai atau jasa yang dinamai terkait dengan merek dagang telah terdaftar tersebut, atau barang atau jasa yang mempunyai kesamaan dengannya”.
b.  Pasal 4.1.11 UU Merek Dagang Jepang tersebut dalam praktik di lapangan diketahui bahwa hampir semua penolakan pendahuluan terhadap suatu permohonan pendaftaran suatu merek dagang adalah didasarkan pada ketentuan Pasal 4.1.11. Pendaftaran merek dagang yang diterima dan didaftar adalah apabila setelah diperiksa JPO diketahui bahwa ternyata pendaftaran pemohon tersebut tidak ada atau tidak terjadi “mempunyai kesamaan merek dagang” dengan yang telah terdaftar (di JPO).
(02)   Kesamaan Barang atau Jasa menurut UU Merek Dagang Jepang:
a.  Dalam pengaturan Pasal 4.1.11 perlu checklist untuk mengetahui merek dagang yang akan didaftar tersebut “identik” atau “mempunyai persamaan” atau “merek dagang tidak mirip” dalam arti apakah “membingungkan” (Pasal 4.1.15).
b.  Suatu merek dagang akan didaftar apabila “tidak membingungkan”.
c.  Ketentuan Pasal 4.1.11 dan Pasal 4.1.15 tersebut tidak berlaku untuk merek dagang dan barang atau jasa yang tidak mirip.
03.  Kebingungan tentang Sumber Barang (Pasal 4.1.15 UU Merek Dagang Jepang)
(01)   Dalam hal membahas tentang “kebingungan tentang sumber barang” oleh narasumber dipaparkan Contoh Kasus yang telah diputus oleh pengadilan di Jepang, yaitu Pengadilan Negeri, atau Pengadilan Tinggi Kekayaan Intelektual maupun Mahkamah Agung Jepang.
(02)   Kasus Hukum yang akan dipaparkan sebagai contoh adalah untuk menilai “kesamaan merek dagang” komposit, sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini.
(03)   Teka-Teki Sphinx:
a.  Mr Masao Miyake, mantan Ketua Hakim Pengadilan Tinggi Kekayaan Intelektual Tokyo yang sangat dihormati, menyatakan dalam majalah “Patent Studies” No. 10 Tahun 1990, sebagai berikut: “Persamaan merek dagang adalah masalah abadi bagi pra praktisi seperti tekaa-teki sphinx. Mengapa? Karena merek dagang adalah makhluk yang berfungsi pasar yang sebenarnya.”
b.  Lalu, bagaimana cara menilai “kesamaan merek dagang” komposit ?
(04)   Bagaimana cara menilai “kesamaan merek dagang” secara komposit dengan studi kasus, aneka putusan pengadilan, antara lain:
a.  Putusan Mahkamah Agung Jepang tentang Kasus Tsutsumino-ohinakkoya, tanggal 8 September 2008, dapat dianalisis dan diketahui kaidah hukumnya:
- Bahwa makna “persamaan merek dagang” harus dinilai berdasarkan apakah merek dagang yang dibandingkan cenderung menyesatkan publik atau menyebabkan kebingungan mengenai sumber barang dalam kasus ketika merek dagang tersebut digunakan untuk barang yang identik atau sama?
- Bahwa Penilaian tersebut harus dibuat berdasarkan situasi spesifik perdagangan barang, sementara secara komprehensif dan total mempertimbangkan kesan, ingatan, atau asosiasi apa yang akan diberikan kepada konsumen melalui penampilan, konsep, dan pelafalan darimasing-masing merek dagang ketika digunakan untuk barang yang sama atau serupa dan memahami keadaan aktual dari transaksi spesifik sejelas mungkin.
- Bahwa kebingungan tersebut terkait dengan sumber barang, yaitu makna dalam hal “kesan, ingatan, atau asosiasi dengan penampilan, konsep dan pelafalan”, serta makna “situasi spesifik perdagangan barang”.
- Bahwa contoh kasus hukumnya, yaitu tentang barang “benang” dengan merek dagang “Shouzan” (merek dagang Senior, dalam tulisan huruf Katakana) dengan barang “benang serat kaca” bermerek dagang “Hyouzan” (merek dagang Junior) dalam karakter tulisan China dengan desain gambar.
- Masalah hukumnya, apakah merek dagang Junior mirip dengan merek Senior?
- Bahwa ada tanggapan dan diskusi untuk menjawab masalah hukumnya tersebut antara narasumber dengan 15 orang peserta dalam Questions and Answers (Q&A):
b.  Putusan Mahkamah Agung Jepang tanggal 27 Februari 1968 terhadap Kasus Hyouzan:
- Bahwa tidak ada kemiripan antara merek dagang antara “Hyouzan” dengan “Shouzan”.
- Bahwa kaidah hukumnya: dalam hal “situasi spesifik perdagangan barang” tidak ada perdagangan hanya berdasarkan pelafalan merek dagang; karena antara penampilan dan konsepnya adalah berbeda.
c. Kaidah hukum dalam Putusan Mahkamah Agung Jepang dalam Kasus Tsutsumino-ohinakkoya, tanggal 8 September 2008, yaitu “sehubungan dengan merek dagang komposit, hanya mungkin untuk fokus pada bagian dari merek dagang dan membandingkan bagian itu dengan merek dagang lain jika (a) bagian itu memberikan kesan kuat dan dominan sebagai petunjuk sumberbarang atau jasa, atau (b) bagian selebihnya tidak memiliki daya pembeda.
c.  Putusan Mahkamah Agung tanggal 10 September 1993 terhadap Kasus Seiko Eye:  
- Bahwa masalah hukum pokok perkaranya, apakah merek dagang kacamata Junior “EYE” mirip dengan merek dagang Senior “SEIKO EYE”?
- Bahwa tidak terdapat kemiripan atau kesamaan terhadap merek dagang “SEIKO EYE”.
- Bahwa merek dagang Senior “SEIKO EYE” dikenal sebagai seri dari “SEIKO EYE” atau hanya “SEIKO”, bukan  EYE” sajak, karena “EYE” adalah kata umum sehubungan dengan barang yang dimaksud “kacamata” dan “SEIKO” memberikan kesan kuat dan dominan kepada konsumen.

Photo Kegiatan:
.




Materi Hukum lain, yang dapat Anda baca berikutnya:
Narasi Berlatar Video Musik Inspirasional dan Epic Music:
Pengetahuan Dasar & Desain Infografis Terkait Covid-19:

Previous Post
Next Post

0 comments: